Nama : Ajeng
Illa
Tugas : Teori
Belajar Bahasa
Semester 4 – B.Indonesia
No
|
Teori belajar
|
Tokoh
|
Deskripsi
|
1
|
Behaviorisme
|
1.
John Broades Watson (Grenville,Amerika,
9 januari 1878 )
2.
Ivan
Petrovich Pavlop (Ryazan,Rusia-26
September 1849)
3.
Edward
Lee Thorndike (Williamsburg, Massachusetts,Amerika-31
Agustus 1874)
4.
Burrhusm
Frederic Skinner (Susquehanna,
Pennsylavania,Amerika, 20 maret 1094)
5.
Clark
Leonard Hull (Akron, New York-24 Mei 1884)
6.
Edwin
Ray Guthrie (Lincoln, Nebraska, Amerika-9 Januari 1886)
|
Teori Belajar Behaviorisme Behaviorisme
dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran.
Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas
proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan
secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari
keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme
terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan
untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun
kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah
respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan pengaruh
kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical
conditioning, John B. Watson yang
dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya
Law of Efect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant
conditioning.
Menurut John B. Watson : Teori Stimulus-Respons
John Watson Pada tahun 1919, pakar psikologi berkebangsaan AS,
J.B. Watson dalam bukunya Psychology from the Standpoint of a Behaviorist
mengkritisi metode introspektif dalam pakar psikologi yaitu metode yang hanya
memusatkan perhatian pada perilaku yang ada atau berasal dari nilai-nilai
dalam diri pakar psikologi itu sendiri. Watson berprinsip hanya menggunakan
eksperimen sebagai metode untuk mempelajari kesadaran. Watson mempelajari
penyesuaian organisme terhadap lingkungannya, khususnya stimuli khusus yang menyebabkan
organisme tersebut memberikan respons. Kebanyakan dari karya-karya Watson
adalah komparatif yaitu membandingkan perilaku berbagai binatang.
Karya-karyanya sangat dipengaruhi karya Ivan Pavlov. Namun pendekatan Watson
lebih menekankan pada peran stimuli dalam menghasilkan respons karena
pengkondisian, mengasimilasikan sebagian besar atau seluruh fungsi dari
refleks. Karena itulah, Watson dijuluki sebagai pakar psikologi S - R
(stimulus-response).
Menurut Ivan
Petrovich Pavlop : Teori
Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov adalah orang Rusia. Ia menemukan Classical
Conditioning di dekade 1890-an. Namun karena pada saat itu negerinya tertutup
dari dunia barat, bukunya dalam edisi bahasa Inggris Conditioned Reflexes: An
Investigation of the Physiological Activity of the Cerebral Cortex baru bisa
diterbitkan tahun 1927. Teorinya disebut klasik karena kemudian muncul teori
conditioning yang lebih baru. Ada pula yang menyebut teorinya sebagai learned
reflexes atau refleks karena latihan, untuk membedakan teorinya dengan teori
pengkondisian disadari-nya Skinner.
Menurut Edward Lee Thorndike : Hukum Efek dan Teori Koneksionisme Edward Thorndike
Edward Lee Thorndike adalah pakar psikologi yang menjadi dosen di
Columbia University AS. Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia
menyatakan tidak suka pada pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan
nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga memliki kecerdasan.
Beberapa eksperimennya ditujukan untuk mendukung gagasannya tersebut, yang
kemudian ternyata merupakan awal munculnya operant conditioning
(pengkondisian yang disadari). Prinsip yang dikembangkannya disebut hukum
efek karena adanya konsekuensi atau efek dari suatu perilaku. Sementara, teorinya disebut koneksionisme
untuk menunjukkan adanya koneksi (keterkaitan) antara stimuli tertentu dan
perilaku yang disadari.
Menurut Burrhusm Frederic Skinner :
Pengkondisian Disadari B.F. Skinner
Burrhus Frederic "B. F." Skinner adalah pakar psikologi
yang lahir di pedesaan. Bercita-cita menjadi seorang penulis fiksi, ia pernah
secara intensif berlatih menulis. Namun pada akhirnya ia menyadari bahwa
dirinya tidak memiliki bakat tersebut. Pada suatu saat secara kebetulan ia
membaca buku yang mengulas tentang behaviorismenya Watson. Ketertarikannya
terhadap Psikologi pun berlanjut, sehingga ia memutuskan untuk belajar
Psikologi di Harvard University (AS) dan memperoleh gelar Ph.D. pada tahun
1931. Setelah dua kali pindah mengajar di dua universitas, Ia kembali
mengajar di almamaternya hingga menjadi profesor di tahun 1948. Skinner
menjadi terkenal karena kepeloporannya melakukan riset terhadap belajar dan
perilaku. Selama 60 tahun karirnya, Skinner menemukan berbagai prinsip
penting dari operant conditioning, suatu tipe belajar yang melibatkan
penguatan dan hukuman. Sebagai seorang behavioris sejati, Skinner yakin bahwa
operant conditioning dapat menjelaskan bahkan perilaku manusia yang paling
kompleks sekalipun. Pada kenyataannya, Skinner lah memang yang pertama kali
memberi istilah operant conditioning. Terkenalnya Skinner bukan hanya
risetnya dengan binatang, tetapi juga pengakuan kontroversialnya bahwa
prinsip-prinsip belajar yang ia temukan dengan menggunakan kotaknya juga
dapat diterapkan untuk perilaku manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Clark Leonard Hull :
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku
juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991).
Menurut Edwin Ray Guthrie :
Asas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sekadar hanya melindungi hasil belajar yang baru
agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan
antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan
stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya
bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
|
2
|
Kognitivisme
|
|
Teori Belajar
Kognitivisme
Istilah
“Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia /
satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran
kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi,
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu
terjadi.
Menurut Jean
Piaget : Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif sudah mulai berkembang sejak abad terakhir
karena bentuk protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang pada masa
sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif apabila peserta didik
memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan,
ataupun menemukan hubungan antara pengetahuan yang terbaru dengan pengetahuan
yang sudah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses bukan
hasilnya saja.
Menurut Jean Piaget : Cognitive Developmental
Dalam teorinya, Piaget
memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piaget memandang
bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari
konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena
penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur
yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan
kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak
ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia
akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Lev Semyovich Vygotsky : Teori Vygotsky
Fungsi kognitif berasal dari interkasi sosial masing=-masing individu dalam konsep
budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat
siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tugas
itu berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal
development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang
ditunjukan dalam kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukan dalam kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Menurut David
Paul Ausubel : Teori Belajar
Bermakna
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja
untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar
bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua
jenis belajar : Belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal
(rote learning).
Menurut Kurt Lewin : Teori Belajar Koginitif-Field
Dengan
menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin
memandangmasing masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang
bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life
space mencakup perwujud lingkungan dimana individu bereaksi, misal-
orang-orangh yang dijumpai, objek material yang ia hadapi serta fungsi
kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsungsebvagai
akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif
itu dalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognitif
itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin
memberikan peranan lebih penting pada motivasi reward.
|
3
|
Humanistik
|
1. Abraham Maslow (Brooklyn, New York City, Amerika – 1 April 1908)
2. Carl R. Rogers (San diego, california,Amerika-8 Januari
1912)
3. Arthur Combs (1912)
4. Aldous Huxley (Godalming, Britania raya, Inggris-26 Juli
1894)
5. David Mills dan Stanley Scher
|
Teori belajar
Psikologi humanistik
Psikologi
kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan
tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi
diri manusia. Bagi sejumlah
ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli
psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan
tradisional behaviorisme dan psikoanalis. Psikologi humanistik juga
memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan
sebutan pendidikan humanistik.
Menurut
Abraham Maslow :
Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali
terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting
didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif
untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan
(Rumini, dkk. 1993). Maslow
berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari
kebutuhan jasmaniah, kebutuhan keamanan,kebutuhan
untuk memiliki dan cinta kasih, kebutuhan harga diri, kebutuhan untuk tahu
dan mengerti, kebutuhan estetis, Maslow membedakan antara empat kebutuhan
yang pertama dengan tiga kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang
pertama disebutnya (kebutuhan yang timbul karena kekurangan), dan pemenuhan
kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga
kebutuhan yang lain dinamakan growth need
(kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung pada
manusia itu sendiri.
Menurut Carl
R. Rogers :
a. Hasrat untuk Belajar : Manusia
mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa
ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan.
b. Belajar : Belajar akan mempunyai arti atau makna
apabila apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak.
c. Belajar Tanpa Ancaman : Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat
disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman.
d. Belajar Atas Inisiatif
Sendiri : Belajar akan paling bermakna apabila hal itu
dilakukan atas inisiatif sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si
pelajar.
e. Belajar dan Perubahan : Prinsip
terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar.
Menurut Arthur Combs :
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan
perilaku-perilaku batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang
lain. Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang
lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa tentang dirinya. Itulah
sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah
persepsinya. Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi
karena tidak adanya kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya
dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik
atau memuaskan.
Menurut Aldous Huxley :
Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam
dan disia-siakan. Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam
mengembangkan potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam
proses pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini
melibatkan semua pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun
peneliti dan perencana pendidikan. Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal
yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud
pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-hal yang
bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran
seseorang. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini
sampai tingkat tinggi.
Menurut David Mills dan Stanley Scher
Ilmu
Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari secara
kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori.
Padahal, bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan
elemen-elemen afektif yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan,
penggunaan intuisi dan imajinasi dalam usaha-usaha kreatif, pengalaman yang
menantang, frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan
fenomena tersebut, David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan
konsep pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan
afeksi atau perasaan murid dalam belajar. Metode afektif yang melibatkan
perasaan telah bisaa diterapkan pada murid-murid untuk pelajaran IPS, Bahasa
dan Seni.
|
4
|
Konstruktivisme
|
2.
Robert
Mils Gagne (Amerika, 21 Agustus 1916)
|
Teori belajar
Konstruktivisme
Konstruktivisme
merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista
Vico tahun 1710, ia adalah seorang
sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan
bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini
berarti bahwa seseorang baru
mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur- unsur apa yang membangun
sesuatu itu (Suparno, 1997:24).
Menurut Jerome Seymour Bruner : Discovery
Learning
Discoveri learningnya Bruner dapat
dikemukakan sebagai berikut: Belajar merupakan kecenderungan dalam diri
manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan
pengalaman. Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah
struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi
berbagai kemungkinan pengenalan. Kualitas belajar penemuan diwarnai modus
imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik. Penerapan belajar penemuan hanya merupakan
garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif. Kreatifitas
metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab
memungkinkan kemajuan.
Menurut Robert Mils Gagne : Hierarachical task Structure
Dasar dari teori ini bahwa
belajar itu menjalankan tugas-tugas tertentu, dari sesuatu yang sederhana
hingga yang rumit. Sepanjang prosesnya, belajar itu menjalankan tugas,
mengingat, dan mendeskripsikan informasi, memahami, dan mengaplikasikan
informasi itu pada kasus lain yang serupa. Ada tugas-tugas berikutnya yang
sejalan dengan uraian tentang tujuan pendidikan pada cognitive, afektive and
psychomotor domains dari Benyamin Bloom. Beberapa ahli lainnya menyebutnya
dengan istilah lower order learning styles sampai dengan higher order
learning style.
Dalam Silberman (2010:50) ada tiga elemen belajar, yaitu individu
yang belajar, situasi stimulus dan responden yang melaksanakan aksi sebagai
akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang
sistematika delapan tipe belajar, fase-fase belajar, sistematika lima jenis
belajar, implikasi dalam belajar,serta aplikasi dalam pembelajaran.
|
5
|
Gestalt
|
1.
Max Wertheimer (Jerman, 15 April 1880)
2.
Kurt
Koffka (Berlin, 18 Maret 1886)
3.
Wolfgang
Kohler (Estonia, 27Jjanuari 1887)
|
Teori belajar
Gestalt
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt
disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena
adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini
Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan
bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena
terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat
dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu
informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu.
Menurut Max
Wertheimer:
Max
Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi
Gestalt. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka
(1887- 1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun
1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan
Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi
phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang
dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian
memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses
interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di
otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil
kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.
Menurut Kurt
Koffka :
Sumbangan
Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari
prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi,
belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial.
Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat
diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt. Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a. Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di
otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti
prinsip-prinsip
http://psikologi.or.id
Gestalt dan
akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan
jejak-jejak ingatan tadi. b. Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.
Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya
perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan
untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan. c. Latihan yang terus
menerus akan memperkuat jejak ingatan.
Menurut Wolfgang Kohler :
Hasil
kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925).
Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang
digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan
jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu
tetapi tidak berhasil. Karena
usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak,
seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu
dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk
dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu. Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan
pada suatu masalah atau problem, maka akan terjadi ketidakseimbangan
kogntitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan.
Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal
ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya
Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organisme –dalam hal ini simpanse– dalam
memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan
insight.
|
god
ReplyDelete