Friday, 20 July 2018

Rangkuman materi buku “Berbicara” karya Prof. DR. Henry Guntur Tarigan



Berbicara
Sebagai suatu keterampilan berbahasa

Bab 1 Pendahuluan
A.    Keterampilan berbahasa
         4 komponen berbahasa :
1.      Keterampilan menyimak
2.      Keterampilan berbicara
3.      Keterampilan membaca
4.      Keterampilan menulis
B. Berbicara Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa
1.      Hubungan antara berbicara dan menyimak.(seperti guru ke siswa)
2.      Hubungan antara berbicara dan berbicara.(seperti debat)
3.      Hubungan antara ekpresi lisan dan ekpresi tulis.
C. Berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi
        Professor Anderson mengemukakan adanya 8 prinsip dasar yaitu :
1.      Bahasa adalah suatu system
2.      Bahasa adalah vocal
3.      Bahasa tersusun dari lambang-lambang mana suka
4.      Setiap bahasa bersifat unik,bersifat khas
5.      Bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan
6.      Bahasa adalah alat komunikasi
7.      Bahsa berhubungan dengan kebudayaan tempatnya berada.
8.      Bahasa itu berubah-ubah
M.douglas brown :
1.      Bahasa adalah system yang sistematis.
2.      Bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka
3.      Lambang bisa bersifat vocal bisa juga bersifat visual
4.      Lambang mengandung makna konvensional.
5.      Bahasa sebagai alat komunikasi
6.      Bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa
7.      Bahasa bersifat kemanusiaan
8.      Bahasa diperoleh oleh semua bangsa.
Kesimupulan dari kedua ahli tersebut “bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi”.

Tujuh  jenis fungsi bahasa:
1.      Fungsi instrumental bertindak untuk menggerakkan serta memanifulasikan lingkungan,menyebabkan peristiwa2 tertentu terjadi.
2.      Fungsi regional atau fungsi pengaturan dari bahasa merupakan pengawasan terhadap peristiwa2.
3.      Fungsi representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat pertanyaan-pertanyaaan,menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan,menjelaskan atau melaporkan dalam pengertian “menggambarkan” realitas yang terlihat oleh seseorang.
4.      Fungsional interaksional bahasa bertindak untuk menjamin pemeliharaan social.
5.      Fungsi personal melibatkan bahasa yang dipergunakan unruk memperoleh pengetahuan dan mempelajari lingkungan.
6.      Fungsi heuristic melibatkan bahasa yang dipergunakan untuk memperoleh pengetahuan dan mempelajari lingkungan.
7.      Fungsi imajinatif bertindak untuk menciptakan system-sistem atau gagasan-gagasan imajiner.
D. BATASAN DAN TUJUAN BERBICARA
      Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu:
1.      Memberitahukan dan melaporkan
2.      Menjamu dan menghibur
3.      Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan

Prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara menurut BROOKS, antara lain:
1.      Membutuhkan paling sedikit dua orang
2.      Mempergunakan suatu sandi linguistic yang dipahami bersama
3.      Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum
4.      Merupakan suatu pertukaran antara partisipan
5.      Menghubungkan pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera
6.      Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini
7.      Hanya melibatkan aparat atau perlengapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran
8.      Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil
Ada empat keterampilan yang merupakan ciri pribadi yang dewasa, yaitu:
1.      Keterampilan social adalah kemampuan untuk berpatisipasi secara efektif dalam hubungan                                                                                                                                                                                                                                            masyarakat.
·         Keterampilan social menuntut agar kita mengetahui :
·         Apa yang harus dikatakan
·         Bagai mana cara mengatakannya
·         Apabila mengatakannya
·         Kapan tidak mengatakannya
2.      Keterampilan semantic yaitu kemampuan mempergunakan kata-kata dengan tepat arti
3.      Keterampilan fonetik yaitu kemampuan membentuk unsure-unsur fonemik secara tepat
4.      Keterampilan vocal yaitu kemampuan menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara

E. BERBICARA SEBAGAI SENI DAN ILMU
Berbicara sebagai seni penekanan diletakan pada penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat,dan butir-butir yang mendapat perhatian, antara lain:
1.      Berbicara dimuka umum
2.      Semantic
3.      Diskusi klompok
4.      Argumentasi
5.      Debat
6.      Prosedur parlementar
7.      Penafsiran lisan
8.      Seni drama
9.      Berbicara melalui udara
Berbicara sebagai ilmu hal yang perlu ditelaah, antara lain :
1.      Mekanisme berbicara dan mendengar
2.      Latihan dasar bagi ajaran dan suara
3.      Bunyi-bunyi bahasa
4.      Bunyi-bunyi dalam rangkaian ujaran
5.      Vowel-vowel
6.      Diftong-diftong
7.      Konsonan-konsonan
8.      Fotologi ujaran
Konsep dasar pendidikan berbicara:
1.      Hal-hal yg berkenaan dengan hakekat atau sifat dasar ujaran
2.      Hal yang menyatakan proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara dengan baik
3.      Hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan berbicara
F.Ragam Seni Berbicara
1.Berbicara di muka umum pada masyarakat

●Berbicara untuk melaporkan
●Berbicara secara kekeluargaan
●Berbicara untuk meyakinkan
●Berbicara untuk merundingkan

2.Berbicara pada konferensi yang meliputi

●Diskusi kelompok : → tidak resmi :—kelompok study
                                                                  —kelompok pembuat
                                                                   —kebijaksanaan
                                                                   —komite
                                      →resmi             :—konferensi
                                                                  —diskusi panel
                                                                  —simposium
G.Metode Penyampaian Dan Penilaian Berbicara
     4 metode penyampaian yaitu:
1.      Penyampaian secara mendadak
2.      Penyampaian tanpa persiapan
3.      Penyampaian dari naskah
4.      Penyampain dari ingatan.


BAB II BERBICARA DI MUKA UMUM

A.    BERBICARA UNTUK MELAPORKAN
Berbicara untuk melaporkan dilaksanakan kalau seseorang berkeinginan untuk :
1)      Member atau menananmkan pengetahuan.
2)      Menetapkan atau menentukan hubungan-hubungan antara benda-benda.
3)      Menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses.
4)      Menginterpretasikan atau menafsirkan sesuatu persetujuan ataupun menguraikan sesuatu tulisan.
Semua hal tersebut merupakan situasi-situasi informatif karena masing-masing ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna menjadi jelas.
Pembicaraan-pembicaraan yang bersifat informatif menyadarkan diri pada 5 sumber utama, yaitu :
1)      Pengalaman-pengalaman yang harus dihubung-hubungkan seperti perjalanan, petualangan dan cerita roman/novel.
2)      Proses-proses yang harus dijelaskan, seperti pembuatan sebuah buku.
3)      Tulisan-tulisan yang harus dijelaskan atau dipahami seperti arti atau makna konstitusi.
4)      Ide-ide atau gagasan-gagasan yang harus disingkapkan, seperti makna estetika.
5)      Intruksi-intruksi atau pengajaran-pengajaran yang harus digambarkan dan diragakan, seperti bagaimana bermain catur.
Perlu disadari bahwa tuntutan serta pertimbangan dalam situasi-situasi informatif lebih bersifat intelektual daripada emosional. Untuk dapat melakukan hal ini kita perlu mempergunakan komparasi, kontras, jenis, spesis, dan definisi.
Situasi-situasi yang dapat dikelompokan ke dalam klasifikasi informatif adalah sebagai berikut :
a)      Kuliah, ceramah (lecture).
b)      Ceramah tentang perjalanan (travelogue).
c)      Pengumuman, pemberitahuan dan maklumat (announcement).
d)     Laporan (report).
e)      Intruksi, perjalanan dan pengajaran (instruction).
f)       Pemberian sesuatu pemandangan atau adegan (description of a scene).
g)      Pencalonan, pengangkatan, dan penunjukan (nomination).
h)      Pidato atau kata-kata pujian tentang seseorang yang telah meninggal dunia (eulogy).
i)        Anekdot, lelucon, dan lawak (anecdote).
j)        Cerita, kisah, dan riwayat (story).
Apapun tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pembicaraan perlu adanya suatu rencana terlebih dahulu. Dalam merencanakan suatu pembicaraan, kita harus mengikuti langkah-langkah berikut :
1). Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati kita
2). Membatasi pokok pembicaraan
3). Mengumpulkan bahan-bahan
4). Menyusun bahan, biasanya terdiri atas 3 bagian, yaitu :
      a. pendahuluan
      b. isi
      c. simpulan

B. BERBICARA SECARA KEKELUARGAAN
Tidak ada kegiatan manusia yang lebih menyenangkan yang telah ditemukan selain liburan atau pertunjukan kelompok. Didalamnya terdapat sesuatu yang menggembirakan yang dapat dinikmati bersama, yang dapat meninggalkan kesenangan pribadi. Pengalaman-pengalaman manusia diperkuat serta ditingkatkan dengan jalan menceritakannya kepada orang lain. Tidak ada wadah lain yang lebih sesuai untuk maksud-maksud seperti ini selain dalam situasi persahabatan dan kekeluargaan. Para partsipan menginginkan seorang pembicara untuk melambangkan serta memperagakan dalam suasana hati, pikiran, dan tindakan yang menarik dan sesuai perasaan-perasaan kelompok tersebut.
Cara yang paling umum menjamin serta memadukan suatu perasaan persahabatan adalah melalui obrolan hiburan. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Media yang sering digunakan untuk menggembirakan hati dan menyenangkan adalah seni bercerita atau mendongeng (the art of story-telling), lebih-lebih cerita lucu, jenaka, dan menggelikan. Pada saat sang pembicara atau si tukang dongeng beraksi, para partisipan dapat tertawa bersama-sama dengan penuh kegembiraan dan kekeluargaan atau persahabatan.
Kesempatan-kesempatan bagi pembicaraan yang bersifat kekeluargaan atau persahabatan, antara lain :
1). Pidato sambutan selamat datang;
2). Pidato perpisahan;
3). Pidato penampilan, penyajian, dan perkenalan;
4). Pidato jawaban atau balasan;
5). Pidato atau sambutan dalam pembukaan suatu upacara, pemberian ijazah, dll.
6). Pembicaraan sesudah makan;
7). Pidato atau sambutan pada saat-saat memperingati hari jadi, dan hari ulang tahun.
8). Pidato atau sambutan penghiburan, pertunjukan, dll;
9). Pidato atau kata-kata pujian tentang seseorang yang telah meninggal dunia.

C. BERBICARA UNTUK MEYAKINKAN
Aristoteles pernah mengatakan bahwa “Persuasi (bujukan, desakan, dan meyakinkan) adalah seni penanaman alasan-alasan atau motif-motif yang menuntun kearah tindakan bebas yang konsekuen”.
Persuasi merupakan tujuan kalau kita menginginkan tindakan atau aksi. Tuntutan atau daya penarik dalam hal ini kebanyakan bersifat emosinal. Biasanya para pendengar dirangsang untuk berbuat aksi dengan daya tarik yang emosional dan daya tarik yang fundamental dari semua pembicara adalah daya tarik pribadi mereka.
Setelah bertahun mengadakan penelitian maka Schwab and Beatty, agen asuransi perwakilan New York yang terkenal, menyarankan ketujuh cara berikut ini untuk memperoleh aksi melalui daya tarik dasar (basic appeals) :
a)      Ajukanlah suatu penawaran : tawarkanlah suatu “daya cantel atau daya pikat” ; tawarkanlah brosur, contoh, percobaan bebas, premi (hadiah), harga perdana, dan lain-lain.
b)      Batasan waktu ; batasi waktu untuk penawaran, untuk memperlihatkan kebonafidan, untuk menunjukan bahwa anda dapat dipercaya.
c)      Persediaan terbatas ; kalau persediaan atau pilihan hasil terbatas, tekanlah kenyataan ini.
d)     Jaminan atau garansi ; kalau hasil itu dijamin atau diberi garansi jelaskan bahwa asuransi ini member jaminan atas sebab-sebab keterlambatan atau kemacetan.
e)      Harga meningkat terus ; kalau harga akan dinaikan, tekankanlah kenyataan itu, berikanlah waktu atau tanggal tertentu kalau mungkin.
f)       Penurunan harga ; kalau memang demikian, jelaskan perlunya keinginan mengambil keuntungan atau manfaat dari situ segera.
g)      Keuntungan atau kerugian ; beri penekanan serta penjelasan, keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh para pendengar.

D. BERBICARA UNTUK MERUNDINGKAN
Berbicara untuk merundingkan (deliberative speaking) pada dasarnya bertujuan untuk membuat sejumlah keputusan dan rencana. Keputusan itu dapat menyangkut sifat hakekat tindakan-tindakan masa lalu dan masa mendatang. Dalam suatu pemeriksaan, pengadilan mencoba menentukan apakah seseorang itu bersalah atau tidak terhadap tindakannya pada masa lalu. Fakta-fakta diteliti untuk menentukan adil atau tidaknya keputusan tersebut. Pengadilan tidak bermaksud melaksanakan keputusannya, tetapi untuk menentukan apa sebenarnya yang terkandung dalam setiap kasus. Hukuman merupakan rencana ganti rugi yang disarankan pengadilan tetapi tidak dilaksanakan oleh pengadilan.
Para partisipan bukan saja harus bergumul dalam fakta-fakta tapi juga harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan. Para partisipan berunding secara berhati-hati, berembuk membicarakannya sambil meminta nasihat, serta mempertimbangkan fakta yang dikemukakan. Daya tarik lebih bersifat intelektual daripada emosional, lebih cenderung meyakinkan daripada memaksakan.
Kepastian pendiri bergerak maju dari penyediaan alasan menuju ke akal pikiran. Meyakinkan berbeda dari memaksakan karena cenderung lebih kepada akal dari pada perasaan.
Meyakinkan menuntut beberapa unsur :
1.      Kejelasan, kemurnian, atau kecerahan.
2.      Ketertiban, kerapian, atau keteraturan.
3.      Fakta, bukti, atau petunjuk.
4.      Alasan, bantahan, penjelasan, atau argument.
5.      Pikiran atau pemikiran yang jujur dan terus terang.

Bab 3  Diskusi Kelompok
A. Pengertian dan Tujuan
John Stuart Mill, Satu - satunya cara, tempat dimana manusia dapat mengemukakan beberapa pendekatan, untuk mengetahui keseluruhan suatu pokok pembicaraan adalah dengan jalan mengetahui segala hal yang dikatakan oleh orang - orang yang mempunyai pendapat - pendapat berbeda.
Pada hakekatnya diskusi merupakan suatu metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses berpikir kelompok.
Diskusi kelompok --- berbeda dengan public speaking (berbicara didepan umum) dimana tiap orang menjelaskan ide - ide mereka kepada kelompok - kelompok, dan juga berbeda dengan berdebat (debating) dimana para pembicara mempertahankan pro dan kontra tetapi justru tidak mengarahkan pemikiran kelompok pada permasalahan ---- merupakan suatu alat yang ampuh apabila hasil dari pemikiran kelompok benar - benar diinginkan.
Salah satu ciri yang menonjol pada kelompok diskusi adalah forum atau masa tanya jawab, juga dapat berlangsung dalam setiap jenis diskusiatau penampilan. Forum terbuka memberi kesempatan kepada para pendengar untuk memperoleh informasi yang lebih rinci, mengemukakan bahan tambahan, mengajukan pertanyaan - pertanyaan, dan juga berpartisipasi secara aktif dalam diskusi.
B. Kelompok tidak resmi
1. Kelompok studi ( the study group)
2. Kelompok pembentuk kebijaksanaan ( teh policy - making group)
3. Komite

1. Kelompok studi
Istilah study group sering juga disebut leacture disscusion (diskuai kuliah) yang merupakan bentuk diskusi yang paling sering terjadi pada mahasiswa perguruan tinggi. Ini merupakan suatu penampilan khusus oleh seseorang yang mempunyai kapasitas, yang diikuti dengan pertanyaan - pertanyaan dan komentar - komentar dari para anggota pendengar.
2. Kelompok pembentuk kebijaksanaan
Suatu kelompok pembentuk kebijaksanaan pada sebuah fakultas di perguruan tinggi dapatenentukan apakah karya - karya seorang pengarang yang sedang dipermasalahkan dapat dimasukkan kedalam kurikulum, dan kalau ternyata dapat, dimana sebaiknya yang paling tepat ditempatkan (Mulgrave, 1954 : 38)
3. Komite
Bagian yang terbesar dari pekerjaan yang aktual kebanyakan organisasi dilaksanakan oleh komite - komite.
Suatu komite dapat memanfaatkan waktu yang lebih banyak dalam penelitian / pengusutan dan diskusi daripada suatu organisasi yang besar. Komite dapat menelaah hal - hal yang sering mengganggu atau pokok - pokok yang sedang diperdebatkan ( kontroversial ) tanpa publisitas yang kadang - kadang mengikuti kelompok - kelompok yang lebih besar.
C. Kelompok resmi
1. Konferensi
2. Diskusi panel
3. Simposium
1. Konferensi
Konferensi sebagai suatu bentuk kelompok diskusi resmi kadang - kadang mengacu kepada action - taking - disscusion atau diskusi pengambilan tindakan, karena berusaha membuat suatu keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan tersebut.
2. Diskusi panel
Diskusi panel adalah suatu kelompok yang terdiri dari 3 sampai 6 orang ahli yang ditunjuk untuk mengemukakan pandangannya dari berbagai segi mengenai suatu masalah.
Terdapat 2 perbedaan penting antara panel disscusion (diskusi panel) dan informal disscusion (diskusi informal, yaitu :
1. Tujuan utama diskusi panel adalah untuk menyampaikan informasi atau pendapat - pendapat, tidak perlu menentukan cara berjalan suatu tindakan.
2. Para anggota suatu panel membuat persiapan - persiapan terlebih dahulu. Mereka telah menelaah pokok pembicaraan sepenuhnya dan memang telah menjadi ahli dalam bidang itu.
Diskusi itu terdiri atas bagian - bagian berikut :
1. Pendahuluan
2. Pembicaraan - pembicaraan oleh para anggota panel
3. Diskusi bebas
4. Partisipasi para pemirsa atau penyimak
5. Rangkuman 2
3. Simposium
Pada dasarnya simposium adalah tiga orang atau lebih yang dianggap ahli dengan pandangan - pandangan yang berbeda mengenai suatu pokok pembicaraan tampil menyampaikan pendapatnya, dan para pendengar atau partisipan mengambil bagian dalam diskusi.
D. Tugas ketua dan partisipan
1. Tugas ketua
1. Membuat persiapan yang mantang untuk diskusi
2. Mengumumkan judul atau masalah dan mengemukakan tujuan diskusi
3. Meyediakan serta menetapkan waktu bagi (a) pendahuluan (b) diskusi (c) rangkuman singkat yang isinya tentang kesimpulan yang dicapai
4. Menjaga keteraturan susunan diskusi
5. Memberi kesempatan kepada setiap orang yang ingin mengemukakan pikiran
6. Menjaga agar minat para peserta tetap besar
7. Menjaga agar diskusi tetap bergerak maju

2. Tugas partisipan
1. Turut mengambil bagian dalam diskusi
2. Berbicaralah jika ketua mempersilahkan kita
3. Berbicaralah dengan tepat dan tegas
4. Kita harus dapat menunjang pertanyaan - pertanyaan kita dengan fakta - fakta, contoh - contoh, atau pendapat - pendapat para ahli
5. Ikutilah dengan seksama dan dengan penuh perhatian diskusi yang sedang berlangsung
6. Dengarkanlah dengan penuh perhatian
7. Bertindaklah dengan sopan santun dan bijaksana
8. Cobalah memahami pandangan orang lain

E. Manfaat diskusi :
1. Kemampuannya memberikan sumber - sumber yang lebih banyak bagi pemecahan masalah (problem - solving) ketimbang yang tersedia atau yang mungkin diperoleh ; apabila seorang pribadi membuat keputusan -  keputusan yang mempengaruhi /erusak suatu kelompok
2. Apabila 2 pandangan yang bertentangan harus diajukan dan suatu hasil yang bersifat memilih "salah satu dari dua" yang segera akan dilaksanakan
F. Hambatan dan cara penanggulangan
1. Hambatan
1. Kegagalan memahami masalah
2. Kegagalan karena tetap bertahan terhadan masalah
3. Salah paham terhadap makna - makna setiap kata orang lain
4. Kegagalan membedakan antara fakta –fakta yang “dingin” dan pendapat – pendapat yang “panas”
5. Perselisihan pendapat yang meruncing tanpa adanya keinginan untuk berkompromi
6. Hilangnya kesabaran dalam kemarahan yang tidak tanggung –tanggung
7. Kebingungan menghadapi suatu perbedaan pendapat dengan suatu serangan terhadap pribadi seseorang
8. Mempergunakan waktu untuk membantah sebagai pengganti mengajukan pertanyaan – pertanyaan
9. Mempergunakan kata –kata yang bernoda yang menumpulkan pikiran


2. Penanggulangan
1. Menarik atau mengarahkan perhatian kepada suatu butir yang belum terpikirkan
2. Menanyakan kekuatan sesuatu argumen
3. Kembali kepada sebab musab
4. Menanyakan sumber – sumber informasi atau argument
5. Menyarankan agar diskusi tidak menyimpang dari masalah
6. Menyadarkan bahwa belum ada informasi baru yang ditambahkan
7. Menarik perhatian kepada kesukaran atau kerumitan masalah
8. Mendaftarkan langkah – langkah persetujuan
9. Memberi kesan bahwa kelompok belum siap mengambil tindakan
10. Memberi kesan bahwa tidak ada keuntungan diperoleh dari penundaan yang berlarut –larut
11. Menyarankan kepribadian –kepribadian atau tokoh –tokoh yang harus dihindari
12. Memberi kesan bahwa ada beberapa orang yang berbicara terlalu banyak
13. Menyarankan betapa besarnya nilai suatu kompromi
14. Memberi kesan bahwa kelompok itu mungkin atau seolah – olah telah dirugikan    

G. Ukuran – ukuran untuk menilai diskusi kelompok
1. Berkenaan dengan topik
1. Mengenal serta memahami masalah keseluruhan secara jelas sebelum saya mencoba memecahkannya?
2. Melihat secara keseluruhan subyek atau memperdebatkan satu segi kecil?
3. Berbicara bertele –tele atau tetap bertahan secara konsekuen dalam menghadapi suatu masalah?
4. Memiliki fakta – fakta yang memadai dan bukti – bukti yang terpercaya?
5. Membuang – buang waktu mengenangkan sesuatu yang sedikit sekali kaitannya?
6. Mempergunakan kata – kata yang umum atau khusus?
7.  Mempergunakan kata – kata nyata, kata – kata yang tepat atau kata – kata yang bernoda atau bercela?
8. Mempergunakan pernyataan – pernyataan yang bersifat “terlalu umum” yang lebih membingungkan ketimbang menjelaskan?
9. Menunggu fakta – fakta sebelum saya menolak pernyataan – pernyataan umum dari orang lain?
10. Membuat keputusan pribadi dari diskusi itu?

2. Berkenaan dengan teknik  
1. Berbicara hanya apabila saya dapat membuat satu butir yang baik?
2. Berbicara terlalu banyak, mengemukakan suatu penampilan atau performasi tunggal?
3. Mengganggu para pembicara lainnya?
4. Berdiskusi dengan seorang pribadi saja, mengabaikan kelompok?
5. Membantah atau menentang pribadi sebagai pengganti pendapatnya?
6. Mengabaikan perlindungan harga diri lawan saya?
7. Menafsirkan perbedaan pendapat sebagai suatu serangan pribadi?
8. Tidak setuju dalam hal suasana hati yang mengandung pertanyaan atau  melulu bagi kontradiksi saja?
9. Memiliki sikap yang “serba tahu”?
10. Memperlihatkan lebih banyak emosi ketimbang penalaran?
11. Mengadakan pembedaan antara pemborosan waktu dan pemanfaatan waktu?


Bab 4  Prosedur Parlementer

A.    Pengertian Dan Tujuan
Suatu fakta yang perlu kita sadari pada masa kemajuan ini ialah bahwa perkenalan dengan prinsip-prinsip dasar prosedur parlementer (parliamentary procedure) merupakan salah satu ciri warga negara yang dewasa dan bertanggung jawab.
Pelestarian demokrasi akan tercapai karena pengawetan teknik-teknik pencapaian keputusan dengan cara yang demokratis. Kebiasaan berfikir secara demokratis dapat dikembangkan dengan latihan berbicara bebas dan teratur dalam perkumpulan atau pertemuan. Ada empat aturan dasar yang harus dipahami dan dijalankan dengan tekun untuk maksud tersebut, yaitu:
1)      Hak golongan minoritas haruslah dilindungi.
2)      Hukum yang telah betul-betul dipertimbangkan bagi golongan mayoritas haruslah berlaku.
3)      Kehormatan martabat semua anggota haruslah terjamin.
4)      Suatu susunan tugas atau urusan yang logis haruslah ditetapkan dengan baik. (Powers, 1951:280).
Perlu dicamkan benar-benar bahwa prosedur parlementer lebih daripada suatu koleksi peraturan-peraturan, kumpulan hukum-hukum atau kaidah-kaidah penolong dalam transaksi usaha. Prosedur parlementer merupakan suatu ekspresi falsafah yang terkandung dalam ideologi demokratis seperti yang telah dikembangkan selama berabad-abad di Inggris dan Am-erika, bahkan kini juga di Indonesia.
Anggapan dasar atau asumsi-asumsi pokok yang mendasari prosedur parlementer, adalah sebagai berikut:
1)      Prosedur parlementer lebih cenderung membantu ketimbang menghalangi keseimbangan atau kerukunan transaksi usaha.
2)      Kaidah-kaidah mayoritas.
3)      Semuaanggota perkumpulan mempunyai hak-hak yang sama, tetapi juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang sama.
4)      Hak-hak golongan mayoritas maupun golongan minoritas mendapat perlindungan yang baik.
5)      Diskusi lengkap mengenai setiap usul atau rencana yang disampaikan untuk diputuskan merupakan suatu hak yang tidak dapat dipungkiri yang berlaku bagi setiap ketetapan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perkumpulan. Untuk pembatasan-pembatasannya yaitu sebagai berikut.
a)      Suatu usul untuk mengadakan perdebatan terbuka menuntut dua per tiga suara, dan
b)      Suatu usul untuk mengadakan perdebatan terbatas menuntut dua per tiga suara anggota.
6)      Cara yang paling langsung untuk menyelesaikan atau mencapai suatu maksud haruslah dituruti.
7)      Usul-usul atau mosi-mosi mempunyai urutan presedensi tertentu dan logis.
8)      Setiap anggota berhak untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi oleh kelompok itu setiap saat dan apa efeknya yang mungkin terjadi.
9)      Hanya satu msalah yang dapat dipertimbangkan dan dipecahkan pada satu waktu.
10)  Kekuasaan harus diserahkan hanya melalui proses-proses demokratis, yaitu dengan suara mayoritas.
11)  Ketua pimpinan haruslah menggunakan/menjalankan wewenangnya dengan jujur, adil, wajar, bijaksana, dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
12)  Demi penerangan bagi seluruh anggota, dibuatlah catatan dari setiap tindakan yang telah dilakukan. (Mulgrave, 1954:83).
Secara singkat, prosedur parlementer mempunyai dua maksud utama, yaitu:
a)      Meninjau serta mengarahkan urusan atau usaha secara efisien secara tepat guna, dan
b)      Melindungi hak-hak semua anggota. (Albert [et al], 1961:174).

B.     Prosedur Pembentukan Suatu Perkumpulan
Semua organisasi dapat dibagi atas dua tipe, yaitu:
1)      Yang bersifat sementara atau temporer
2)      Yang bersifat tetap atau permanen
Suatu organisasi sementara mungkin berlangsung selama satu atau beberapa pertemuan, bergantung kepada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuannya.
Organisasi tetap adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan suatu penghargaan agar dapat berfungsi dalam jangka waktu yang panjang, atau barangkali dalam waktu yang tidak terbatas.
Para pendiri dari salah satu tipe organisasi hendaklah bertemu dalam suatu komite atau kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah-masalah pendahuluan yang penting, misalnya:
1)      Maksud dan tujuan organisasi yang diusulkan;
2)      Cara-cara mencapai maksud dan tujuan;
3)      Rencana-rencana keuangan;
4)      Sifat dan jenis-jenis keanggotaan;
5)      Kebijaksanaan-kebijaksanaan;
6)      Afiliasi-afiliasi atau pertalian-pertaliannya dengan organisasi yang lebih besar atau organisasi nasional. (Mulgrave, 1954:84).
Setelah mereka memperoleh kesepakatan terhadap masalah-masalah dasar seperti itu, komite hendaklah memikirkan rencana-rencana bagi suatu pertemuan atau rapat pendahuluan. Mereka perlu menetapkan tipe repat tersebut, juga waktu dan tempat pertemuan. Mereka haruslah mempergunakan suatu metode untuk memberitahukannya kepada para anggota yang diusulkan. Mereka harus juga menentukan siapa yang wajib diundang peserta ke pertemuan itu; siapa yang dicalonkan menjadi ketua; siapa yang menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan; dan siapa penulis atau pencatat keputusan-keputusan atau anggaran rumah tangga yang akan disetujui.
Kelompok ini barulah dapat ditetapkan sebagai suatu organisasi apabila masalah-masalah tersebut telah dapat diselesaikan dengan memuaskan. Kalau organisasi ini dikehendaki menjadi suatu organisasi permanen, maka seperangkat anggaran rumah tangga perlu dibuat naskah beserta bagannya. Kalau semua organisasi pendahuluan ini telah dapat dilaksanakan dengan baik, maka para pendiri pun telah siap mengadakan pertemuan atau rapat pertama.
Ringkasnya, bila kita ingin mendirikan suatu perkumpulan maka langkah-langkah yang perlu dilaksanakan, adalah:
1)      Mengadakan rapat atau pertemuan pendahuluan;
2)      Mengadakan rapat kedua; serta
3)      Memilih pimpinan. (Albert [et al], 1961:174).
Pada pertemuan pertama, tugas atau usaha utama adalah:
a)      Menentukan jenis perkumpulan yang diinginkan, dan
b)      Menunjuk dan  mengangkat suatu komite untuk menulis suatu anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Pada rapat kedua, tugas utama adalah membahas serta menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang telah dibuat oleh komite atau panitia ad hoc.

C.    Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga
Suatu anggaran dasar atau konstitusi paling sedikit terdiri atas tujuh ketetapan dasar, yang harus dinyatakan secara singkat dan jelas dalam pasal-pasal yang terpisah. Ketujuh ketetapan dasar tersebut, yaitu:
1)      Nama organisasi,
2)      Tujuan dan kekuasaan organisasi,
3)      Kualifikasi bagi keanggotaan,
4)      Pengurus organisasi beserta tugas-tugasnya dan jangka waktu kepengurusan mereka,
5)      Dewan pimpinan atau dewan pengawas atau suatu komite eksekutif, dan cara pemilihan,
6)      Waktu bagi pertemuan-pertemuan biasa dan cara mengadakan pertemuan-pertemuan khusus atau rapat luar biasa, serta
7)      Cara mengubah atau metode mengamandemen anggaran dasar.
Anggara rumah tangga memuat segala uraian terperinci yang dibutuhkan untuk melaksanakan ketetapan-ketetapan anggaran dasar. Biasanya pada anggaran rumah tangga, tercakup hal-hal berikut:
a)      Jenis-jenis keanggotaan,
b)      Syarat-syarat bagi keanggotaan,
c)      Cara-cara penerimaan anggota,
d)     Iuran-iuran,
e)      Hak-hak dan kewajiban para pengurus,
f)       Hak-hak dan kewajiban komite-komite,
g)      Cara pemilihan para pengurus dan komite,
h)      Ketentuan-ketentuan mengadakan serta memimpin rapat-rapat,
i)        Wwewenang parlementer,
j)        Jumlah yang menentukan tercapainya suatu kuorum, serta
k)      Prosedur untuk mengamandemen atau mengubah anggaran rumah tangga. (Mulgrave, 1954:85 yang disarikannya pula dari Sturgis, 1950).
Secara lebih terperinci lagi pada rapat yang kedua, yaitu rapat yang diadakan utuk membahas serta mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga suatu organisasi atau perkumpulan, biasanya urutan atau susunan kegiatan, adalah sebagai berikut:
1)      Ketua sementara memanggil para anggota komite mengadakan pertemuan.
2)      Beliau meminta sekretaris, untuk sementara membacakan laporan pertemuan terdahulu. Sesudah sekretaris membacakan laporan itu, ketua mengajukan pertanyaan: “apakah ada tambahan atau perbaikan bagi laporan ini?”...
Kalau tidak maka laporan itupun disetujui seperti yang telah dibacakan.
3)      Ketua meminta laporan dari komite yang diserahi tugas untuk menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
4)      Ketua komite penyusun anggaran dasar dan anggara rumah tangga itupun membacakannya serta memberikan salinannya kepada sekretaris.
5)      Setelah melalui suatu diskusi untuk membahas, mengadakan koreksi, serta penambahan yang dianggap perlu, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itupun diterima serta disahkan.
6)      Kemudian sekretaris membacakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu pasal demi pasal. Setiap pasal diteliti dengan seksama. Para anggota dapat mengusulkan amandemen bagi setiap pasal. Amandemen-amandemen seperti itu diadakan setiap pasal, dengan cara ini maka merekapun siap mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu secara keseluruhan.
7)      Setelah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga itu di sahkan, orang-orang yang ingin masuk organisasi atau perkumpulan tersebut membubuhkan tanda tangannya. Orang-orang ini merupakan anggota inti.
8)      Kalau msih ada kesempatan, kelompok itupun memilih para pengurus pada pertemuan ini. Kalau tidak, pemilihan itu akan dilangsungkan pada awal pertemuan berikutnya.
9)      Seseorang mengusulkan agar pertemuan itu ditangguhkan. Kalau ternyata usul tersebut didukung dan kemudian diterima, maka ketua mengumumkan bahwa pertemuan itu ditunda. (Albert [et al], 1961:177-178).

D.    Tugas Pengurus
Keberhasilan suatu perkumpulan atau organisasi, sebagian bergantung kepada kemampuan dan penampilan yang sungguh-sungguh daripada pengurus yang terpilih. Selain itu, mempunyai tanggung jawab khusus pemimpin serta mengendalikan segala urusan perkumpulan dengan cara yang adil, jujur, dan obyektif. Kebanyakan dari tugas-tugas dan tanggung jawab untuk mengendalika perkumpulan ditangani oleh ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara.
1.      Tugas Ketua
Tugas utama ketua perkumpulan adalah memelihara tata tertib dalam pertemuan. Untuk menghindari kekacauan, para anggota harus menghadap ketua dan setelah dipersilakan oleh ketua barulah dapat berbicara kepada kelompok itu. Ketua hanyalah memberikan suara dalam kasus-kasus tertentu, misalnya bila perdebatan antara dua pihak yang bermain seri.
Sebagai tambahan, sang ketua dapat diserahi kekuasaan-kekuasaan pengangkatan. Misalnya dia dapat menunjuk beberapa komite dan pengurus-pengurus tambahan. Telah tercakup dalam segala tugasnya tadi adalah perlunya melihat apakah urusan-urusan kelompok dilaksanakan secara jujur dan dengan ketepatgunaan yang maksimun.
2.      Tugas Wakil Ketua
Apabila ketua berhalangan maka wakil ketua bertindak selaku ketua. Wakil ketua seringkali mengetuai kelompok-kelompok penting dan menjadi anggota ex-officio (menjadi anggota karena jabatannya) pada kebanyakan komite.
3.      Tugas Sekretaris
Sekretaris adalah seorang pengurus yang bertugas membuat catatan/laporan mengenai perkumpulan itu serta menyimpan catatan dan laporan tersebut, kecuali yang merupakan wewenang pengurus lain (misalnya buku-buku keuangan). Secara lebih terperinci tugas seorang sekretaris mencakup:
a)      Membuat serta menyimpan daftar nama para anggota dan membuat daftar hadir kalau perlu;
b)      Memberitahukan secara resmi segala sesuatu kepada pengurus, komite, dan mendelegasikan pengangkatan mereka;
c)      Melengkapi para delegasi dengan surat-surat kepercayaan atau mandat; dan
d)     Bersama-sama dengan ketua menandatangani segala urusan mengenai pembendaharaan yang dikuasai oleh perkumulan, kalau tidak ada perkecualian khusus yang tertera dalam anggara rumah tangga.
Sekretaris memegang sebuah buku yang memuat anggaran dasar, anggaran rumah tangga, peraturan-peraturan mengenai segala urusan, peraturan-peraturan tetap, dengan membiarkan halaman sebelahnya kosong, sehingga segala amandemen di masukan pada halaman sebelah pasal yang diamandemen itu, dengan suatu referensi yang berwarna merah pada tanggal dan halaman laporan-laporan tempat mencatat perubahan itu. Dia pun hendak melengkapi unsur pimpinan dengan suatu memorandum yang terperinci mengenai setiap pokok masalah yang timbul pada setiap seksi.
Apabila hanya ada seorang sekretaris, maka dia harus mengedarkan pengumuman-pengumuman mengenai semua pertemuan yang telah berlangsung, kalau perlu mengenai pertemuan lainnya, dan mengadakan korespondensi serta menyalurkannya kepada masyarakat, terkecuali kalau ada ketentuan-ketentuan lain. Kalau ada seorang sekretais yang khusus buat korespondensi maka tudas ini dan yang lain-lainnya harus dinyatakan dalam anggaran rumah tangga secara jelas dibebankan kepadanya.
4.      Tugas Bendahara
Bendahara menguasai keuangan perkumpulan. Dia mengumpulkan uang iuran, menulis kuitansi-kuitansi, membayar tagihan atau rekening, dan membuat laporan-laporan terperinci pada waktu-waktu tertentu atau mengenai permintaan atau permohonan pada sesuatu pertemuan. (Mulgrave, 1954:86-87).

E.     Laporan
Adalah tugas dan kewajiban sekretaris untuk mencatat atau merekam laporan-laporan segala pertemuan yang dilangsungkan oleh suatu perkumpulan. Catatan resmi urusan suatu kelompok itu di sebut laporan. Dalam susunan acara yang biasa, laporan itu di bacakan pada pembukaan setiap pertemuan. Hal ini bermanfaat untuk menjaga kesinambungan dalam kegiatan kelompok dan merupakan suatu pengawasan terhadap ketepatan catatn kegiatan perkumpulan. Akan tetapi, andaikata suatu kegiatan penting aka disebarluaskan secara tertulis, maka laporan tersebut dapat dikeluarkan setelah mendapat persetujuan suara mayoritas.
      Laporan setiap pertemuan hendaklah menyatakan:
1)      Jenis pertemuan, misalnya biasa atau khusus;
2)      Nama perkumpulan/kelompok;
3)      Tanggal dan waktu serta tempat pertemuan, kecuali kalau tempatnya selalu sama;
4)      Kehadiran pengurus dan sekretaris, atau kalau mereka tidak hadir nama-nama mereka;
5)      Tindakan yang telah diambil terhadap laporan-laporan pertemuan terdahulu;
6)      Setiap usul penting, seandainya tidak ditangguhkan, dengan nama anggota yang mengemukakannya dari tindakan yang diambil;
7)      Butir-butir tata tertib dan pertimbangan-pertimbangan, baik yang disokong ataupun yang ditolak, dan segala usul lainnya yang gagal atau ditangguhkan;
8)      Kehadiran keseluruhan, dan kadang-kadang daftar nama orang yang tidak hadir;
9)      Program, kalau ada; dan
10)  Waktu peundaan/waktu istirahat. (Powers, 1951:282; Mulgrave, 1954:87).
Singkatnya laporan itu memuat segala keputusan yang telah diambil oleh perkumpulan, segala usul dan para pengajunya, jumlah suara yang pasti terhadap setiap mosi, isi pokok segala laporan (biasanya di berikan secara tertulis kepada sekretaris), dan suatu indikasi bagi persetujuan laporan-laporan terdahulu.
Pada dasarnya ada dua jenis laporan, yang masing-masing dibedakan oleh fungsi dan keanggotaannya, yaitu:
1)      Laporan resmi (0fficial reports)
Laporan resmi merupakan cara yang sah yang dipergunakan oleh para pengurus suatu perkumpulan untuk mengumumkan kegiatan-kegiatan mereka yang telah diadakan atas nama organisasi. Tindakan-tindakan ketua, para pengurus ataupun komite yang diberi wewenang untuk bertindak tidaklah memerlukan suatu persetujuan khusus dari perkumpulan untuk membuat tindakan-tindakan mereka bersifat final atau bersifat menentukan.
2)      Laporan khusus (special reports)
Bila dianggap sulit untuk menyelesaikan tugas dalam suatu kelompok besar, maka biasanya ditentukan komite-komite, dan keputusan-keputusan mereka dilaporkan kepada organisasi. Komunikasi dari pertimbangan-pertimbangan mereka (yang mendalam) ini biasa disebut sebagai suatu “laporan khusus” atau “special report”.

F.     Susunan Acara
Prosedur yang dipergunakan oleh sang ketua organisasi sebagai pedoman untuk maju dan beranjak dari satu masalah-masalah lainnya, disebut susunan acara, urutan kegiatan atau “order of business”.
Organisasi memang dapat saja mengatur kembali acara tersebut setiap saat kalau disetujui paling sedikit oleh dua pertiga jumlah suara anggota, tetapi biasanya prosedur itu meliputi antara lain:
1)      Perintah untuk mengadakan pertemuan oleh ketua;
2)      Mengedarkan surat undangan oleh sekretaris;
3)      Membacakan laporan pertemuan terdahulu; kalau perlu mengadakan koreksi atau disposisi (penyusunan, pengaturan);
4)      Laporan-laporan dari para pengurus;
5)      Laporan-laporan dewan dan komite-komite tetap;
6)      Laporan dari komite-komite khusus;
7)      Urusan-urusan atau usaha-usaha yang belum selesai;
8)      Usaha-usaha baru;
9)      Pengumuman-pengumuman;
10)   Program; dan
11)  Penundaan atau penangguhan. (Mulgrave,1954:87 ; dan bandingkan juga dengan Albert [et al],1961:181).
Prosedur yang telah diutarakan di atas paling sedikit akan menjamin bahwa acara kegiatan pada hari itu akan berlangsung dengan baik, dipandang dari sudut:
1)      Tindakan-tindakan atau aksi-aksi yang telah diambil pada pertemuan terakhir (dari catatan dan laporan-laporan).
2)      Tindakan-tindakan para pengurus terpilih (dari laporan-laporan)
3)      Pengetahuan yang diperoleh dengan telaah khusus (dari laporan-laporan).
4)      Informasi atau penerangan yang baru saja diterima (dari pengumuman-pengumuman).
Prosedur tersebut merupakan suatu pedoman bagi acara yang telah ditetapkan serta menjaga perkumpulan untuk tidak mengemukakan/memperbincangkan masalah-masalah baru selagi masalah-masalah yang sangat penting dan vital terbengkalai tak terselesaikan. (Powers, 1951:281).
G.    Mosi Dan Usul
Mosi adalah pernyataan resmi terhadap suatu proposal (saran, anjuran, usul) atau pertanyaan terhadap pertimbangan dan tindakan oleh suatu kelompok. Mosi merupakan suatu butir urusan untuk mendapatkan keputusan atau ketegasan. Mosi dapat juga diacukan/dianggap sebagai suatu “pertanyaan” atau “masalah”.
1.      Pengajuan Mosi
Dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan dengan prosedur parlementer, tidak ada diskusi sebelum seseorang mengajukan mosi.
      Pengajuan suatu mosi menuntut urutan langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Anggota yang ingin mengajukan suatu mosi berdiri dan menghadap kepada ketua dengan berkata “saudara (bapak/ibu) ketua”.
b)      Ketua mempersilahkan aggota tersebut dengan jalan menyebutkan kembali namanya, “saudara anu, silakan....”.
c)      Anggota tersebut mengajukan mosi dengan mengatakan “saudara ketua, saya mengusulkan agar....”.
d)     Anggota yang lain mendukung mosi tersebut dengan menyatakan, “saya menyokong mosi tersebut”. (semua mosi haruslah didukung sebelum didiskusikan atau diputuskan dengan memberikan suara untuk itu).
e)      Setelah mosi itu didukung, barulah dinyatakan sah oleh ketua dengan mengatakan, “saudara-saudara, mosi yang diajukan tadi telah disokong, maka dengan demikian mosi tersebut diterima”.
f)       Ketua mengadakan diskusi mengenai mosi tersebut.
g)      Ketua mengadakan pemungutan suara (voting) dengan mengatakan “semua yang setuju mengatakan ya, dan yang tidak setuju mengatakan tidak”!.
h)      Ketua mengumumkan hasil pemungutan suara itu dengan mengatakan, “mosi saudara anu tadi diterima” atau “mosi tadi ditolak”. (Greene & Petty, 1967:220).
2.      Beberapa Petunjuk Bagi Pengajuan Dan Mendiskusikan Mosi
Agar pengajuan suatu mosi benar-benar tepat guna dan diskusi yang diadakan mengenai mosi itu berjalan lancar, kita perlu mengetahui beberapa petunjuk itu, antara lain sebagai berikut.
a)      Janganlah kita tergesa-gesa mengajukan suatu mosi sebelum kita mengetahui dengan pasti apa yang hendak kita usulkan itu.
b)      Pelajari dan camkanlah baik-baik bila saatnya mengajukan sesuatu mosi. Hanya satu mosi penting saja yang dapat didiskusikan pada satu waktu. Mosi-mosi yang ditunda atau ditangguhkan sampai pertemuan yang akan datang jelas bukan merupakan mosi-mosi yang penting. Memang akan diberi kesempatan pada suatu waktu nanti, tetapi akan dikemukakan setelah selesai diskusi mengenai mosi utama itu.
c)      Pelajari dan pahamilah baik-baik penggunaan komite-komite khusus atau temporer. Kerapkali kita dapat menghemat waktu dan memperoleh hasil yang lebih baik dengan jalan memberi kesempatan kepada suatu komite untuk menelaah suatu masalah dan mengajukan rekomendasi-rekomendasi pada pertemuan berikutnya.
d)     Pelajari dan pahamilah baik-baik bila saatnya menghentikan suatu emosi. Kadang-kadang suatu kelompok mengalami kekacauan dalam mendiskusikan suatu mosi sehingga tidak ada lagi waktu untuk memikirkan hal itu.
e)      Suatu mosi yang bermaksud menangguhkan mosi yang sedang diperbincangkan kerapkali memberi waktu kepada suatu kelompok untuk memikirkan matang-matang tindakan yang bijaksana. Pada pertemuan berikutnya, seseorang dapat saja menyarankan untuk mendiskusikan mosi yang ditangguhkan dulu. (Albert [et al], 1961:182).
3.      Cara-Cara Memutuska Sesuatu Mosi
Biasanya suatu mosi disahkan oleh suara terbanyak atau mayoritas. Ada beberapa cara untuk memberikan suara dalam memutuskan atau mengesahkan suatu mosi, yaitu:
a)      Dengan suara (viva voice atau voice method). Yang setuju mengatakan “ya”, yang menolak, mengatakan “tidak”. Ketua menghitung jumlah suara “ya” dan jumlah suara “tidak” untuk menentukan apakah mosi tersebut diterima atau ditolak.
b)      Dengan mengangkat atau mengacungkan tangan. Ketua meminta kepada para anggota yang setuju mengangkat atau mengacungkan tangan kanannya. Setelah itu diberi pula kesempatan yang sama bagi para anggota yang menolak atau yang tidak setuju. Kemudian dihitung jumlah keduanya masing-masing untuk menentukan apakah mosi itu di tolak atau di terima.
c)      Dengan berdiri. Bagi para anggota yang menyetujui mosi yang diajukan, ketua meminta mereka berdiri. Sesudah itu diminta pula yang tidak menyetujuinya, berdiri. Jumlah dihitung untuk menentukan apakah mosi itu diterima atau ditolak.
d)     Dengan kartu suara. Sekretaris menyediakan kartu-kartu kecil tempat para anggota menulis nama-nama calon yang mereka ajukan. Untuk menghitung kartu-kartu itu sang ketua menunjuk dua atau tiga orang petugas tetapi tidak boleh orang yang turut dicalonkan. Para petugas melaporkan hasilnya kepada sekretaris, yang memberitahukannya pula kapada ketua dan merupakan informasi dalam catatan-catatan/laporan-laporan. Ketua mengumumkan hasil pemilihan seperti halnya terhadap suatu mosi.
e)      Dalam beberapa organisasi, dalam hal-hal tertentu, diizinkan pula memberikan suara dengan pos (voting by mail). Akan tetapi, cara ini harus tercantum secara khusus (atau diatur secara khusus) dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi tersebut. (Albert, 1961:182 ; Mulgrave,1954:90).
4.      Jenis-Jenis Mosi
Berdasarkan urutan presedensi, mosi-mosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Mosi istimewa
Mosi istimewa tidak mempunyai hubungan langsung dengan mosi utama di depan perkumpula, tetapi mempunyai urgensi sedemikian rupa sehingga berhak mendapat perhatian dengan segera. Beberapa mosi istimewa berdasarkan urutan tingkatan atau kedudukannya:
1)      Menetapkan waktu bagi penundaan sesuatu hal,
2)      Mengadakan penundaan,
3)      Mengadakan reses atau berlibur,
4)      Mengajukan masalah istimewa,
5)      Memastikan acara-acara pada hari itu supaya jangan ada yang terlupa atau terlangkahi.
a.       Mosi tambah
Mosi tambahan dipergunakan untuk mengubah, membatasi, atau membuang mosi utama. Mosi tambahan merupakan bantuan-bantuan cadangan dalam mempertimbangkan, mengambil tindakan, dan membuang mosi utama.
Mosi-mosi utama berikut ini hendaklah dipahami dalam urutan tingkat presedensi atau prioritasnya:
1)      Mengadakan penundaan sementara,
2)      Mengadakan pemungutan suara dengan segera (terhdap masalah sebelumnya),
3)      Membatasi atau memperpanjang pembatasan-pembatsan perdebatan,
4)      Mengadakan penundaan secara tegas dan pasti,
5)      Menunjuk dan mengangkat suatu komite,
6)      Mengadakan amandemen atau perubahan, dan
7)      Mengadakan penundaan untuk jangka waktu tidak terbatas.
b.      Mosi utama
Mosi utama, merupakan mosi yang paling penting. Hal ini berguna untuk memperkenalkan pokok-pokok yang perlu didiskusikan dan perlu diambil tindakan. Selain itu, berguna untuk menggarap setiap topik yang diajukan oleh seorang anggota secara tepat ke muka sidang. Ada sejumlah mosi tertentu yang kadang-kadang disebut juga sebagai mosi utama khusus (specific main motions) untuk menyatakan bahwa mosi-mosi itu diklasifikasikan sebagai (mosi-mosi) utama, walaupun biasa juga disebut dengan nama-nama khusus. (Sturgis, 1953:159). Mosi-mosi tersebut meliputi:
1)      Mempertimbangkan kembali,
2)      Membatalkan,
3)      Membuat tata tertib, menentukan acara, dan
4)      Melanjutkan pertimbangan.
c.       Mosi insidental
Mosi-mosi insidental mempunyai beberapa ciri yang bersamaan. Tidak ada urutan tingkat antara mosi-mosi jenis ini, tetapi mempunyai presedensi sesuai dengan tingkat mosi yang menjadi sumber pemunculannya.
Kebanyakan mosi insidental berkaitan erat dengan hak-hak para anggota perkumpulan yang bersangkutan. Mosi insidental yang paling sering diajukan adalah:
1)      Apel, banding, dan pertimbangan (appeal),
2)      Prosedur menurut aturan (point of order),
3)      Penyelidikan atau keterangan parlementer (parliamentary inquiry),
4)      Penundaan atau penangguhan peraturan-peraturan,
5)      Penarikan kembali suatu mosi,
6)      Menolak atau berkeberatan terhadap pertimbangan (konsiderasi), serta
7)      Pembagian majelis (Mulgrave,1954:90-94).
H.    Kaidah-kaidah Presedensi
Ada dua kaidah pokok presedensi, yaitu:
1)      Apabila suatu mosi sedang dinantikan, maka setiap mosi yang mempinyai prsedensi yang lebih tinggi mungkin aja diajukan atau diusulkan, tetapi tidak ada kemungkinan bagi mosi yang mempunyai presedensi yang lebih rendah untuk dikemuksksn.
2)      Mosi-mosi dipertimbangkan dan diadakan pemungutan suara terhadapnya dalam urutan terbalik, dalam pengertian bahwa yang terakhir diajukan akan dipertimbangkan sedangkan yang pertama akan dibuang saja tanpa mendapat tanggapan apa-apa.

BAB 5 DEBAT     
    
Diskusi terlukis dengan jelas di dalam pertimbangan-pertimbangan mendalam yang dilakukan oleh suatu komite yang menangani tugas pengkajian serta penganjuran suatu kebijaksanaan bagi seluruh kelompok atau organisasi orang tua. Debat terlukis dengan jelas dalam pembicaraan-pembicaraan  atau pidato-pidato yang pro dan kontra dalam organisasi yang lebih besar sebelum diadakan pemilihan atau pemungutan suara dilangsungkan, menentukan kebijaksanaan yang mana yang akan diterima. Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi.
 Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif. Persiapan debat merupakan tugas kelompok. Langkah pertama adalah pemilihan serta susunan kata pengutaraan usul. Telaah dan riset bagi debat, seperti juga bagi pembicaraan dimuka publik, member nilai bagi bahan yang disajikan. Sang pendebat haruslah  menemui penunjang yang menarik serta yang mempunyai kaitan langsung terhadap masalah yang dikemukakannya. Sang pendebat harus bersiap sebaik mungkin seperti halnya pembicara di muka umum, yang tidak kurang pentingnya ialah bahwa dia harus siap sedia menyesuaikan bahannya untuk menemui serta menangkis argumen yang dikemukakan oleh lawannya.
A.     PENGGUNAAN DEBAT
Perundang-undangan. Apabila suatu rancangan undang-undang atau status diperkenalkan dalam suatu badan legislatif, maka penganjur (propenen) berbicara berdasarkan undang-undang, dan para penyanggah (openen) berbicara menantang. Apabila ternyata bahwa amandemen-amandemen itu diterima, maka selanjutnya rancangan undang-undang yang telah diamandemenkan itu menjadi bahan/masalah perdebatan.
Politik. Selama kampanye politik berlangsung, debat-debat bersama memudahkan para pemilih atau pemberi suara mendengar para calon yang bertentangan saling mempertahankan pendapat dan menyerang kelemahan lawan. Contoh perdebatan yang terkenal adalah antara Lincoln dan Douglas di Illionis pada tahun 1858 dalam kampanye senat.
Bisnis (perusahaan perniagaan). Dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu perusahaan, disamping diskusi, mempergunakan juga debat untuk memperoleh keputusan dalam berbagai kebijaksanaan.
Hukum. Dalam kantor-kantor pengadilan, kehidupan seseorang seringkali bergantung pada debat yang terjadi antara pihak penuntut dan pembela, di muka dewan juri atau hakim.
Pendidikan.debat merupakan suatu sarana penting untuk memperkenalkan komunikasi atau masyarakat tersebut dengan masalah-masalah yang sedang hangat diperbincangkan. Menurut  (Mulgarave, 1954 : 64-65).
B.     JENIS- JENIS DEBAT
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan atas tipe-tipe atau kategori, yaitu :
1.      Debat parlementer/majelis
2.      Debat pemeriksaan ulang untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan terdahulu
3.      Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan
 Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.(Mulgrave, 1954 : 65)
1.      Debat Majelis atau Debat Parlementer
Maksud dan tujuannya ialah untuk memberi dan menambah dukungan bagi undang-undang tertentu dan semua anggota yang ingin menyatakan pandangan dan pendapatnya; berbicara mendukung atau menentang usul tersebut mendapat ijin dari majelis.
2.      Debat Pemeriksaan Ulang
Prosedur-prosedurnya adalah sebagai berikut:
a)      Pembicara afirmatif yang pertama menyampaikan pidato resminya.
b)      Setelah tujuh menit pemeriksaan, sang penanya diberi kesempatan selama empat menit untuk menyajikan kepada para pendengar pengakuan-pengakuan apa yang telah diperolehnya dengan pemeriksaan ulang itu.
c)      Selanjutnya, anggota pembicara negative yang kedua mengemukakan kasus negative, dan seterusnya diteliti ulang oleh pembicara afirmatif yang kedua. Adapun maksud dan tujuannya ini ialah mengajukan serangkaian pertanyaan yang satu dan lainnya berhubungan erat, yang menyebabkan para individu yang ditanya menunjang posisi yang hendak ditegakkan dan diperkokoh oleh sang penanya.
3.      Debat Formal
Tujuannya adalah member kesempatan bagi dua tim pembicara untuk mengemukakan kepada para pendengar sejumlah argumen yang menunjang atau yang membantah suatu usul. Pembicara afirmatif yang pertama akan mengemukakan latar belakang perdebatan itu. Pembicara negatif yang pertama dapat menafsirkan kembali latar belakang tersebut kalau menurut pendapatnya belum lengkap atau berat sebelah.
            Pidato bantahan pertama diberikan oleh pembicara negatif pertama, dan pidato bantahan kedua disampaikan oleh pembicara afirmatif kedua. Bantahan diakhiri dan disimpulkan oleh pembicara negatif kedua dan pembicara afirmatif pertama.
C.     SYARAT-SYARAT SUSUNAN KATA PROPOSISI
Proposisi atau usul menentukan ruang lingkup dan pembatasan suatu perdebatan. Tuntutan-tuntutan tersebut, adalah sebagai berikut:
      1.            Kesederhanaan
Semakin sederhana suatu pernyataan maka semakin bergunalah bagi perdebatan yang sedang berlangsung.
      2.            Kejelasan
Pernyataan-pernyataan yang samar-samar dan tidak  jelas menimbulkan berbagai penafsiran yang timbul dalam perdebatan yang membingungkan.
      3.            Kepadatan
Kata-kata hendaklah dipergunakan sedikit dan sepadat mungkin. Kebertele-telean atau kepanjang lebaran akan mengakibatkan suatu usul menjadi tidak praktis dan menyebabkan salah pengertian.
      4.            Susunan Kata Afirmatif
Usul yang negatif seakan-akan dapat memutar balikan posisi-posisi afirmatif dan negatif.
      5.            Pernyataan Deklaratif
Suatu pernyataan yang tegas lebih disukai, lebih baik dari pada suatu pertanyaan. Pertanyaan pada umumnya dipergunakan bagi diskusi karena maksud dan tujuannya adalah menyelidiki.
      6.            Kesatuan
Sebuah gagasan tunggal sudah cukup bagi satu perdebatan.
      7.            Usul Kuhusus
Usu yang bersifat umum akan mengakibatkan perdebatan yang terpencar dan tidak memuaskan.
      8.            Bebas dari Prasangka
Bahasa yang berprasangka akan memperkenalkan asumsi-asumsi yang tidak tepat ke dalam usul.
      9.            Tanggung Jawab untuk Memberikan Bukti yang Memuaskan terhadap Afirmatif
D.    POKOK-POKOK PERSOALAN
Pembicaraan haruslah mendaftarkan dalam satu kolom segala pendirian utama yang menyokong afirmatif dan pada kolom lain segala pendirian utama yang mendukung negatif.
Terhadap usul-usul yang ada kaitannya dengan kebijaksanaan, biasanya tiga persediaan pokok persoalan dafat dimanfaatkan, yaitu:
1)      Apakah diperlukan suatu perubahan?
2)      Apakah usul itu menawarkan perubahan terbaik yang mungkin dibuat?
3)      Apakah usul itu memberi kerugian-kerugian yang lebih besar ketimbang keuntungan yang diharapkan?
E.     PERSIAPAN LATIHAN
Laporan singkat itu memudahkan pembicara itu memudahkan pembicara menguji kecermatan persiapannya, kecerahan penalarannya, dan ketepatan fakta-faktanya. Prinsif-prinsif  kerja sama:
1.      Bentuk dan Pengembangan Laporan
Semua kegiatan laporan singkat tersebut hendaklah mempergunakan simbol-simbol yang tetap, susunannya antara lain: Angka-angka romawi, huruf-huruf kapital, angka-angka Arab, huruf-huruf non capital. Untuk langkah-langkah seterusnya simbol-simbol dipergunakan dalam susunan yang sama dalam tanda kurung.
2.      Bagian-Bagian Laporan
Pengembangan suatu laporan hendaklah dibuat sebagai suatu keseluruhan yang bersistem. Pada umumnya suatu laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a)      Pendahuluan
b)      Isi
c)      Kesimpulan
Berikut ini kita bicarakan satu persatu secara singkat.
    Pendahuluan. Bisanya menguraikan secara rinci hal-hal berikut:
1)      Alasan-alasan pengadaan diskusi
2)      Asal-usul dan sejarah masalah
3)      Batasan istilah-istilah
4)      Hal-hal yang tidak relevan
5)      Masalah yang diakui/diterima,dll
    Isi laporan. Isi laporan membuat argument dan fakta-fakta penunjang bagi pihak afirmatif dan pihak negatif. Untuk menguji hubungan antara setiap argumen dan buktinya yang langsung, kata sebab dan karena dapat disisipkan disetiap di belakang setiap pernyataan dalam isi laporan sampai pernyataan terakhir dalam setiap argumen.
     Kesimpulan. Kesimpulan laporan mengikhtiarkan secara berurutan argumen-argumen utama dalam bentuk  “anak kalimat sebab” atau “ klausa selagi” yang diikuti atau  “maka dengan demikian” sebagai klausa atau anak kalimat. Bagian afirmatif dan bagian negatif masing-masing mempunyai  kesimpulan sendiri, yang jelas bertentangan satu dan lainnya.

F. PERSIAPAN PIDATO DEBAT
Para anggota debat haruslah mempersiapkan dua jenis pidato yang berbeda, yaitu :
a)      Pidato konstruktif; pidato yang membangun/berguna (constructive speech)
b)      Pidato sanggahan; pidato tangkisan; pidato sangkalan (rebuttal speech)


1.      Pidato  Konstruktif
Setiap anggota debat haruslah merencanakan suatu pidato konstruktif yang diturunkan dari argumen-argumen dan fakta-fakta dalam laporannya serta disesuaikan atau diadaptasikan baik dengan kebutuhan-kebutuhan para pendengarnya maupun kepada argumen-argumen yang mungkin timbul dari para penyanggahnya. Apabila suatu tim terdiri dari dua atau lebih pembicara bersama-sama mengemukakan suatu kasus negatif, mereka harus mencapai kata sepakat mengenai arah perkembangan serta pembagian argumen-argumen.
Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan sanggahan kalau perlu bagi kesinambungan penyesuaian terhadap argumen yang dikemukakan. Karena waktu yang tersedia bagi pembicara atau pidato debat memang terbatas, masalah-masalah yang dipilih serta usul yang diajukan dalam pengembangan kasus merupakan pertimbangan penting. Analisis yang bijaksana serta tenggang hati hendaklah membimbing setiap pembicara dalam menentukan argumen yang dipergunakan, hal-hal yang harus ditekankan, fakta-fakta yang paling persuasif, minat serta kepercayaan umum atau khusus para pendengar yang dapat dimanfaatkan, serta susunan ide-ide yang dapat menimbulkan daya pikat paling kuat.
Seyogianyalah pembicara debat mempertimbangkan tuntutan-tuntutan dari para pendengarnya. Uraian dengan orang lain, uraian baru dan ringkasan terutama sekali penting untuk menjaga agar para pendengar tetap sadar dan ingat akan perkembangan serta kemajuan argumen itu. Kata-kata yang sudah umum hendaknya menggantikan istilah yang masih asing dan belum biasa. Untuk menemui serta memenuhi segala tuntutan bagi persiapan pidatonya, pembicara debat hendaklah menelaah baik masalah yang bersifat argumentatif maupun persuasif.
2.      Pidato Sanggahan
Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argumen-argumen konstruktif yang baru. Tetapi, fakta-fakta tambahan demi memperkuat yang telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam mengikhtisarkan kasus tersebut. Pembicara penyanggah hendaklah menganalisis kasus para penyanggahnya, hendaklah menyangkal se-efektif mungkin, dan menunjukan setiap kelemahan, ketidak-konsekuenan, atau kekurangan-kekurangan pada posisi lawan.
Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau ternyata gagal memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara keseluruhan. Sang pembicara hendaknya mengakhiri serta menyimpulkan pembicaraannya dengan mengarahkan kembali perhatian pendengar kepada pokok persoalan utama dengan jalan memperlihatkan secara khusus bagaimana pembuktiannya menjawab masalah tersebut secara lebih memuaskan ketimbang yang dilakukan penentang atau oposisinya itu.
G. SIKAP DAN TEKNIK BERDEBAT
Seorang pendebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya. Dia harus menghindarkan pernyataan yang berlebih-lebihan terhadap kasusnya dan mempergunakan kata-kata dan ekspresi yang samar dan tidak dikehendaki oleh fakta-faktanya, dengan kata lain justru tidak menunjang kasus yang dikemukakannya.
Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat marah karena adanya sindiran tajam ataupun tuduhan tidak langsung dari para lawan mereka. Daya tahan ampuh yang bersifat lelucon dan humor memang diperlukan, tapi serangan yang bertubi-tubi terhadap pribadi para lawan tidak dibenarkan sama sekali. Sikap tenang dan santai serta sopan santun akan menimbulkan kesan yang paling baik. Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah komunikasi langsung dan persuasif dengan para pendengarnya.
H. KEPUTUSAN
1. Jenis-jenis Keputusan pada Perdebatan Antarperguruan Tinggi
Pada perdebatan antarperguruan tinggi, keputusan-keputusan dapat diambil dengan cara pemungutan suara dari para pendengar, suatu komite hakim/juri, atau seorang hakim yang juga dapat menyajikan suatu kritik.  
a.       Keputusan oleh para pendengar. Apabila suatu pemungutan suara dilemparkan kepada para pendengar, maka mereka diminta untuk mengemukakan pendapat terhadap usul itu sendiri setelah mempertimbangkan argumen kedua belah pihak, atau kegunaan perdebatan, atau kedua-duanya.
b.      Keputusan oleh para hakim. Karena para pendengar belum tentu merupakan orang yang ahli dalam teknik perdebatan, keputusan mengenai manfaat perdebatan lebih baik diserahkan kepada seorang hakim yang ahli dalam bidang teori dan praktek perdebatan.
c.       Keputusan dengan kritik. Seorang ahli mengenai argumentasi dan perdebatan diundang untuk memberikan suatu keputusan mengenai perdebatan itu dan suatu keputusan mengenai karya para pendebat. Dia menganalisis secara terperinci betapa baik suatu tim mengembangkan serta menyajikan kasusnya dan sampai seberapa jauh ketepatgunaan setiap tim dalam sanggahan yang dikemukakan. Dia pun dapat mengomentari berbagai aspek persiapan dan penampilan.
2.Perdebatan Tanpa Keputusan Resmi
Banyak perguruan tinggi yang lebih mengutamakan perdebatan tanpa keputusan karena mereka ingin memusatkan perhatian terhadap pemberitahuan atau pelaporan kepada para pendengar saja. Kalau perdebatan resmi diikuti suatu diskusi panel dengan pertanyaan-pertanyaan, para pendengar dapat mempelajari lebih banyak lagi mengenai topik atau tema perdebatan. Juga, para anggota dapat memelajari lebih banyak lagi masalah penyesuaian kepada pendengar. Diskusi itu akan memperlihatkan sampai di mana taraf dan kemampuan para pendebat dapat meyakinkan para pendengar, dan pertanyaan yang diajukan akan mencerminkan butir-butir yang belum dibuat jelas, serta argumen yang tidak ditunjang secara memuaskan.
3.Pentingnya Keputusan
Keputusan yang curang yang diambil oleh para hakim yang tidak mahir akan teknik perdebatan dengan mudah dapat mengecilkan hati para (maha) siswa yang ingin mencoba menjadi pembicara yang cerdas mengenai masalah umum, dan ingin mempelajari norma etis profesional terhadap apa yang benar dan salah dalam perdebatan. Hendaknya memilih hakim yang berwewenang dan tidak berprasangka sehingga keputusan yang diambil benar-benar jujur, adil, dan selanjutnya mengajukan sasaran atau tujuan suatu program perdebatan. Keanekaragaman pengalaman dalam kemampuan barangkali sangat dibutuhkan oleh kebanyakan anggota debat. Akan tetapi, penekanan yang berlebihan pada keputusan, jelas akan mengubah bahkan mengacaukan program perdebatan dan membuatnya menjadi suatu permainan atau pertandingan belaka.
I.                   TURNAMEN DEBAT
Sebagai suatu cara untuk memberi kesempatan yang banyak bagi para anggota debat untuk mengadakan praktek terhadap usul tunggal suatu perdebatan, dan juga untuk mencobakan argumen mereka pada beberapa tim lawan yang berbeda-beda maka jelas bahwa turnamen debat mempunyai beberapa nilai yang berhubungan dengan pendidikan.
1.      Prosedur Turnamen Debat
Prosedur yang lazim bagi suatu turnamen ialah bahwa salah satu perguruan tinggi yang turut bertanding mengundang beberapa lembaga untuk mengirimkan suatu tim afirmatif dan tim negatif bagi perdebatan mengenai tema yang telah ditetapkan ke kampus tersebut. Pasangan-pasangan akan bekerja dengan baik kalau jumlah perguruan tinggi tersebut adalah kelipatan empat. Seandainya ada enam belas perguruan tinggi yang turut mengambil bagian, masing-masing dengan tim afirmatif dan tim negatif, maka terdapat enam belas perdebatan pada ronde pertama. Setiap perdebatan biasanya ditentukan oleh satu orang hakim. Para pemenang maju ke putaran kedua dan proses itu berlangsung terus sampai tim pemenang terpilih. Apabila tersisihkan atau kalah, maka para pembicara menggabungkan diri dengan para pendengar untuk perdebatan selanjutnya yang masih tersisa.
2.      Masalah-masalah dalam Turnamen Debat
Yang menjadi masalah pokok dalam turnamen debat adalah menemukan sejumlah hakim yang cukup berwewenang untuk memberi keputusan dan kritik yang akan mendapat respek. Masalah lain adalah daya tahan dari semua yang bersangkutan kalau susunan rencana mewajibkan perdebatan yang berkesinambungan selama beberapa jam mengenai suatu bidang. Andaikata para partisipan menganggap prosedur itu sebagai suatu latihan yang bermanfaat dan tidak menanggapi segala keputusan yang terlalu serius, jelas mereka memperoleh sejumlah pengalaman yang amat bernilai.
J. NORMA-NORMA DALAM BERDEBAT DAN BERTANYA
1. Norma-Norma dalam Berdebat
Bila kita ingin mencapai tujuan yang sebenarnya dari suatu perdebatan, mau tidak mau haruslah disokong dengan sebaik-baiknya oleh beberapa hal.
Oleh sebab itu, semua pembicara hendaklah memiliki :
a)      Pengetahuan yang sempurna mengenai pokok pembicaraan;
b)      Kompetensi atau kemampuan menganalisis;
c)      Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi;
d)     Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta;
e)      Kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru dengan penalaran;
f)       Keterampilan dalam pembukuan kesalahan;
g)      Pertimbangan dalam persuasi; serta
h)      Keterarahan, kelancaran, dan kekuatan dalam cara/penyampaian pidato. (Mulgrave, 1954 : 75)
2.Norma-Norma Bertanya
Dalam mengajukan pertanyaan hendaklah kita perhatikan norma-norma atau kaidah-kaidah berikut ini:
a)      Mengetahui segala sesuatu mengenai usul atau proposal yang akan didiskusikan sebelum kita mengajukan pertanyaan kepada pembicara.
b)      Hendaklah kita bersungguh-sungguh mencari informasi.
c)      Janganlah kita ingin menguji pembicara.
d)     Singkat atau tepat; rumuskanlah terlebih dahulu pertanyaan kita baik-baik sebelum diajukan kepada pembicara.
e)      Janganlah kita terlalu berbelit-belit sampai ke hal-hal yang kecil dan tetek bengek, sebab hal itu menjurus ke arah verbalisme saja;
f)       Bersihkanlah pertanyaan kita dari prasangka emosional.
g)      Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan; janganlah kita bersifat menuduh, menyalahkan, menggoda, mengusik, menggertak, menakut-nakuti, atau membingungkan pembicara. Tunjukkanlah sikap yang wajar bukan sikap yang menipu.
h)      Pertanyaan kita haruslah mempunyai tujuan tertentu, yaitu: memeroleh informasi, menjernihkan suatu masalah, mencari penjelasan penalaran yang terlibat, ataupun meninjau kembali fakta-fakta yang telah dikemukakan oleh pembicara.
i)        Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan khusus.
j)        Hindarkanlah jauh-jauh cara berpikir yang menyesatkan, yang tidak masuk akal; pertanyaan-pertanyaan janganlah disengaja untuk mendemonstrasikan keterampilan kita sendiri.
(Powers, 1951 : 311).


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           




















No comments:

Post a Comment