Friday, 20 July 2018

DESAIN PEMBELAJARAN BIPA




DESAIN PEMBELAJARAN BIPA

Ajeng Illa, Andina Dwi Komalasari, Ira Novianti, Lelih maolidah
Universitas Majalengka


ABSTRAK
Pada penelitian kali ini membahas mengenai BIPA yaitu Bahasa Indonesia Pengantar Asing. BIPA sendiri tidak hanya untuk mereka para orang-orang asing yang ingin belajar bahasa Indonesia namun bagi warga Indonesia dapat memperlajari Bipa tentunya sebagai tutor atau pengajar BIPA itu sendiri. Pendahuluan yang menjelaskan bahasa dan pentingnya bahasa Indonesia dikalangan negara lain menjadikan mengapa didirikannnya BIPA di Indonesia. BIPA adalah program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (berbicara, menulis, menyimak, dan membaca) bagi penutur asing. Pada pembahasan dalam penelitian ini menyinggung mengenai materi BIPA apa saja yang layak diberikan kepada pelajar BIPA baik tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Kemudian matodologi dan teknik pembelajarannya yang sesuai diterapkan kepada pelajar, selanjutnya dalah materi ajar yang digunakan di dalam kelas, di luar kelas ataupun kelas pilihan. Selanjutnya adalah media pembelajaran yang mendukung pembelajaran selama di kelas dan yang terakhir adalah pengajar BIPA itu sendiri yang dianggap mumpuni untuk mengajar para pelajar BIPA.

Kata kunci: Desain pembelajaran, BIPA




Pendahuluan
Menurut KBBI, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh satu anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, mengidentifikasi diri. 
Mulyasa (2009:225) mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Isskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009:9) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran meliputi kegiatan atau pemakaian teknik yang dilakukan oleh pengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai ke tahap evaluasi, serta program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
BIPA adalah program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (berbicara, menulis, menyimak, dan membaca) bagi penutur asing. Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa di dunia yang berkembang pesat pada abad 20-an. Pengajaran bahasa Indonesia terus mengalami peningkatan, baik di luar maupun di dalam negeri. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan, Republik Indonesia sejak tahun 2000 telah menyelenggrakan kegiatan pengajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing. Sementara perintisan BIPA itu sendiri ada sejak 1990-an. Kemudian, pada tahun 1999-an dibentuk tim khusus untuk menangani BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Penyelenggaran kegiatan pengajaran BIPA dilandasi oleh pertimbangan bahwa di dalam era global, posisi bahasa Indonesia dalam hubungan dengan dunia internasional semakin penting dan potensial. Dengan demikian, besar harapan bahasa Indonesia untuk menjadi jembatan dalam berbagai hubungan kenegaraan, karena bagaimanapun juga bahasa merupakan alat yang penting terutama sebagai alat berkomunikasi.                                      
Pengetahuan pengajar terhadap tujuaan pembelajaran BIPA, karakteristik peserta didik, serta tingkat kebutuhan penggunaan bahasa Indonesia bagi peserta didik merupakan pijakan dasar bagi pengajar dalam perencanaan program pengajaran.



Pembahasan
1.      Materi sesuai tingkatannya
Materi Pembelajaran BIPA yang diperlukan materi bahasa yang dikembangkan dalam pembelajaran BIPA didasarkan pada tingkat kemampuan bahasa Indonesia pembelajarnya.
a)      Untuk tingkat pemula diberikan materi bahasa, antara lain kata sapaan, ungkapan keseharian sederhana, kalimat sederhana, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat negatif, preposisi, kata/kalimat tanya, kata bilangan, dan afiksasi (me(N)-, me(N)- kan, me(N)-i, se-nya, di-, di-kan, di-i, ber-, ter-, dan pe(N)-).
b)      Untuk tingkat menengah diberikan materi bahasa, antara lain ungkapan dalam bahasa Indonesia, kalimat kompleks, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat negatif, kalimat transitif dan intransitif, preposisi, kalimat tanya, dan afiksasi (me(N)-, me(N)-kan, me(N)-i, se-nya, di-, di-kan, di-i, ber-, ter-, dan pe(N)-, pe(N)-an, per-an, ber-an, memper-kan, member-kan,).
c)      Adapun untuk tingkat lanjut, materi yang disajikan pada pokoknya hampir sama dengan materi untuk tingkat menengah, hanya tingkat kekompleksannya yang berbeda. Untuk tingkat lanjut, penekanannya lebih pada pemahaman secara analitis terhadap materi bahasa. Kepada pelajar, selain diberikan materi-materi tersebut, banyak juga diberikan materi-materi analisis, yakni menganalisis kalimat salah dan membenarkannya serta mengubah pola kalimat tanpa mengubah maknanya. Materi menyimak dan wicara dikembangkan dengan menggunakan materi dialog, mulai dari dialog yang sangat sederhana (misalnya: salam) sampai dengan dialog yang sangat kompleks dan formal (misalnya: seminar). Materi dialog ini dalam praktik pembelajarannya sekaligus dimanfaatkan untuk materi pembelajaran menyimak. Dengan demikian materi pembelajaran menyimak dan wicara dikemas dalam satu wujud materi.
Selain materi yang berbentuk dialog, dalam pembelajaran menyimak, juga memanfaatkan wacana yang ada dalam kegiatan berbahasa sehari- hari, misalnya menyimak warta berita terkini atau percakapan yang ada di televisi, radio, maupun percakapan sehari-hari. Materi-materi tersebut disajikan kepada pelajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
a)      Untuk tingkat pemula, disajikan materi-materi dialog keseharian sederhana dalam bahasa Indonesia.
b)      Untuk tingkat menengah diberikan materi dialog keseharian yang agak kompleks dan dialog-dialog formal yang sederhana.
c)      Adapun untuk tingkat lanjut diberikan materi dialog yang lebih kompleks, baik berkaitan dengan topik keseharian maupun topik formal.
Pengembangan materi membaca dan menulis disesuaikan dengan tingkat kemampuan pelajarnya.
a)      Untuk tingkat pemula diberikan bacaan dalam bahasa Indonesia yang sederhana,
b)      Untuk tingkat menengah diberikan bacaan dalam bahasa Indonesia yang agak kompleks, dan
c)      Untuk tingkat lanjut diberikan bacaan bahasa Indonesia yang kompleks.
Materi-materi bacaan sederhana banyak diambil dari bacaan yang ada di majalah anak, bacaan yang ada pada buku bahasa Indonesia di sekolah dasar, atau bacaan yang disusun sendiri oleh pengajar. Adapun bacaan untuk tingkat menengah dan tingkat lanjut dapat menggunakan bacaan yang ada di surat kabar atau pun majalah. Adapun untuk materi menulis dimulai dari menulis kalimat, menulis topik sederhana tentang pengalamannya atau apa yang telah dilakukannya sampai dengan menulis makalah untuk diseminarkan dalam seminar di kelasnya.
 Pengembangan materi budaya diserahkan pada pengajarnya. Pokok- pokok materi yang perlu diberikan pada pelajar adalah tentang bagaimana hidup dalam keluarga, berteman, bermasyarakat, dan sopan-santun dalam pergaulan. Hal yang prinsip dalam pemberian materi budaya ini adalah membekali pelajar BIPA agar mampu berbahasa Indonesia sesuai dengan situasi dan kondisi.
Tahapan materi yang disajikan dalam pembelajaran meliputi :
a)      Penyajian dialog,
b)      Penyajian kata-kata sulit yang ada dalam dialog dan latihan membuat kalimat dengan kata-kata sulit tersebut,
c)      Latihan merespon pernyataan-pernyataan lepas dan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam dialog,
d)     Mengembangkan kreativitas dengan cara membuat pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan topik yang dikehendaki dalam soal,
e)      Teks bacaan dengan kata-kata yang tingkat kesulitannya hampir sama dengan kata-kata yang ada dalam dialog,
f)       Pertanyaan bacaan dan latihan tentang isi bacaan,
g)      Mengubah pola kalimat dari kalimat yang ada dalam bacaan, dan
h)      Menulis ringkasan/kesan/ kritik/tanggapan terhadap isi bacaan.

2.      Metodologi dan Teknik Pembelajaran
Metodologi dan teknik pembelajaran tidak tercantum dalam silabus, namun tampak pada kegiatan pembelajaran. Teknik-teknik pembelajaran yang diterapkan berupa bermain peran, permainan, diskusi, debat, wawancara, repetisi, apresiasi, drilling, dialog, dan presentasi. Kegiatan pembelajaran terlaksana dalam tiga bentuk yaitu, pembelajaran kelas, luar kelas (tutorial), dan kelas pilihan.
1.      Pada pembelajaran kelas, bentuk kegiatan meliputi kegiatan berdiskusi, melafalkan dialog, debat, melakukan wawancara dengan tamu kelas oleh pebelajar, dan penyampaian materi kebahasaan oleh guru yang selanjutnya dipraktikkan dalam bentuk performansi oleh pebelajar.
2.      Dalam pembelajaran di luar kelas, kegiatan tutorial meliputi (1) prereading, (2) penentuan objek tutorial, (3) penjelasan materi, dan (4) evaluasi tutorial. Kegiatan pembelajaran luar kelas yang lain adalah kegiatan kunjungan, dimana para pebelajar dituntut untuk aktif berinteraksi dan berkomunikasi dengan penduduk sekitar tempat kunjungan.
3.      Pada kelas pilihan, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan instruksi yang seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia. Para pengajar juga mewajibkan pebelajar bertanya dalam bahasa Indonesia. Namun, karena fokus kegiatan kelas pilihan adalah melatih skil keindonesiaan pebelajar, evaluasi kebahasaan dan komunikasi tidak dilakukan.
Namun dalam kegiatan pembelajaran pun terdapat masalah yaitu masalah nonkebahasaan dan masalah kebahasaan.
1. Masalah nonkebahasaan meliputi :
a)      Benturan budaya dalam penyesuaian pebelajar dengan kelas, guru, dan tutor,
b)      Pemasangan tutor yang tidak tepat karena karakter pebelajar yang kontras dengan tutor,
c)      Kondisi lingkungan rumah tinggal yang tak mendukung terjadinya komunikasi bahasa indonesia karena penghuni selalu mengajak berbahasa inggris,
d)     Kondisi psikologis pebelajar yang fluktuatif akibat persaingan, stres dengan tugas, capai, dan rindu keluarga.
2. Masalah kebahasaan meliputi :
a)      Kesulitan melafalkan ejaan bahasa indonesia,
b)      Menyesuaikan aksen orang indonesia, dan
c)      Kekurangmampuan tutor dalam menjelaskan materi atau kosa kata tertentu.
Selain itu, problematik kebahasaan juga berkaitan dengan materi-materi tertentu seperti lingkungan sosial, politik, dan budaya Indonesia yang tidak dipahami secara menyeluruh oleh pebelajar.Oleh karena itu, menimbulkan sudut pandang yang kurang baik tentang budaya yang akan dipelajari.
3.      Materi Ajar
Materi pembelajaran disusun sendiri oleh para pengajar di bawah pengawasan koordinator akademik. Materi berbentuk teks atau kegiatan, berisi tentang topik-topik yang dapat langsung dipraktikkan pebelajar setelah keluar dari kelas.
Susunan materi ajar, teridentifikasi adanya penerapan pendekatan komunikatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan penyesuaian materi dengan kebutuhan berbahasa pebelajar, sehingga layak terap (applicable), pemberian konteks pada setiap kegiatan, dan pemberian sampel terkait dengan norma kesopanan bertutur yang memperhatikan tata krama tutur bahasa Indonesia (Oka, 1987:133).
Pada contoh-contoh materi yang disajikan, terdapat kalimat yang berisi prosedur atau cara-cara yang mengacu pada kalimat utamanya, yaitu memperkenalkan diri dan keluarga. Materi tersebut diambil dari kondisi faktual di lapangan, di mana para pebelajar pada minggu pertama perlu mengembangkan interaksi dengan lingkungan barunya yang diawali dengan memperkenalkan diri. Materi tersebut applicable (dapat langsung dipraktikkan) dan bersifat trainable (mudah dilatihkan). Kalimat-kalimat yang disajikan tidak lepas dari konteks, misalnya cara memperkenalkan diri selalu disertai dengan konteks tempat seperti di kampus, di kos, di rumah makan, dan di acara resmi. Kemudian konteks situasi seperti memperkenalkan orang lain, keluarga, dan teman.
Pada contoh lain, penggunaan tata bahasa imbuhan meN- diberi keterangan penggunaannya dalam aktivitas sehari-hari sesuai dengan konteks ruangan. Acuan materi tersebut dapat menumbuhkan kreativitas kebahasaan pebelajar karena pembelajar akan mencari variasi lain imbuhan MeN- dalam berbagai penggunaan. Di samping itu, materi tersebut mengajak pebelajar berpikir logis untuk menyesuaikan penggunaan kata kerja yang berimbuhan MeN-. Rancangan materi dinyatakan mampu mengembangkan pemahaman bahasa Indonesia melalui bentuk-bentuk dialog yang situasional-kontekstual.
Melalui penelitian ini, materi BIPA disusun untuk mempermudah pengajar BIPA mengajarkan bahasa dan budaya Indonesia kepada penutur asing secara maksimal dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Menurut Wirasasmita (2002), sebuah materi ajar memiliki beberapa fungsi, antara lain fungsi edukatif, sosial, ekonomi, politis, dan seni budaya. Para penulis yakin bahwa penutur asing akan semakin tertarik mendalami materi BIPA jika semua fungsi tersebut dimuat dalam sebuah materi ajar yang berkualitas.  Implementasi fungsi yang mendukung nilai kearifan lokal bangsa Indonesia dapat terwujud jika materi BIPA mencantumkan berbagai elemen-elemen kearifan lokal seperti yang diusulkan Mustakim (2003) berikut ini:
a)      Benda-benda budaya
b)      Gerak-gerik anggota badan
c)      Jarak fisik ketika berkomunikasi
d)     Penyentuhan
e)      Adat-istiadat yang berlaku di masyarakat
f)       Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
g)      Sistem religi yang dianut masyarakat
h)      Mata pencaharian
i)        Kesenian
j)        Pemanfaatan waktu
k)      Cara berdiri/duduk/menghormati orang lain
l)        Keramahtamahan/tegur sapa/basa basi
m)    Pujian
n)      Gotong royong
o)      Sopan santun (termasuk eufemisme)
Dengan demikian, materi yang diajarkan tidak melulu materi mengenai bahasa, tetapi juga materi tentang budaya yang melingkupi bahasa Indonesia. Materi-materi telah ditata berdasarkan unit-unit satuan yang komunikatif secara terintegrasi sehingga diberi label materi integrasi dengan memperhatikan sifat trainable, faktual, dan mampu mengembangkan kompetensi pebelajar.
4.      Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dipakai selama pembelajaran, diindikasikan menerapkan prinsip-prinsip pendekatan komunikatif. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemilihan media yang memperhatikan penekanan pengembangan kompetensi komunikatif, bervariasi wujudnya, dan berasal dari sekitar pebelajar/otentik (Suyono dan Basuki, 1959:9).
Pengelolaan media dalam pembelajaran BIPA memperhatikan pengupayaan satuan unit yang situasional dalam penghadiran dan pemanfaatannya. Misalnya mulai dari media abstrak yang berupa tema, pemberian konteks dan situasi, hingga media konkret berupa alat-alat peraga, kartu, slide presentasi, artikel, gambar, formulir dan KTP dihadirkan pada materi yang berkenaan dengan identitas diri, media sayur mayur dihadirkan dalam situasi pembelajaran kegiatan tawar menawar di pasar, manusia dengan profesi tertentu sebagai tamu, dsb. Dengan demikian pemanfaatan media dalam pembelajaran ini telah sesuai dengan aspek instruksional pembelajaran BIPA. Adapun penggunaan media
Sebuah materi berbasis multimedia yang termuat dalam bentuk audio, audio visual, dan cetak yang diadaptasi dari Taksonomi Bretz (dalam Sudiman, 2005:21). Melalui taksonomi tersebut, para penulis mengembangkan sebuah materi BIPA yang menggabungkan budaya lokal dan multimedia. Para penulis akan menggunakan beberapa media, baik elektronik atau cetak, sebagai media ajar BIPA berbasis multimedia. Media ajar tersebut adalah: 1. Audio visual  Media ajar ini menggunakan materi dalam bentuk ilustrasi audio visual yang berisikan materi bahasa budaya lokal dan bahasa Indonesia yang dapat menarik minat penutur asing dan melatih kemampuan mendengar dan berbicara. 2. Cetak Media ajar ini berwujud media cetak yang berisi latihan dan materi BIPA yang mengakomodasi kebutuhan para pembelajar BIPA. 
5.      Pengajar BIPA
Pengajar dalam pembelajaran BIPA harus orang-orang yang memiliki kompetensi komunikatif yang handal dilengkapi dengan kompetensi gramatikal yang akurat dan termasa (Suyitno, 2005:14). Oleh karena, data berupa latar belakang pendidikan pengajar akan menunjukkan kualifikasi pengajar BIPA. Meskipun tidak seratus persen pengajar berlatar pendidikan BIPA (87,5%), namun pengelola program telah melakukan upaya khusus berupa pelatihan dan penyamaan pandangan terhadap hakikat pendekatan yang digunakan dalam pengajaran BIPA. Dengan demikian, aspek pengajar telah memenuhi kategori kelayakan sebagai pengajar BIPA. Selain itu, kegiatan monitoring atau pemantauan dan evaluasi mingguan juga dilakukan untuk memastikan para pengajar dapat menjadi model penutur bahasa Indonesia yang baik atau dengan kata lain, pengajar mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar serta bertanggung jawab terhadap bahasa yang diajarkannya.



Daftar Pustaka
Agustina, Rina. Andayani, Wardani, Nugraheni Eko. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING DI UPT P2B UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA. Hal. 142. Vol 1, No.2, 2013
Setyaningsih, Nina. Nugroho, Raden Arief. Suryaningtyas, Valentina Widya. Pengembangan Materi BIPA  Berbasis Multimedia  Dan Berkonten Budaya Lokal. CULTURE Vol.3 No.1 Mei 2016
Azizah, Rifca Farih. Hs,Widodo. Lestari, Ida. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI PENUTUR ASING (BIPA) PROGRAM CLS (CRITICAL LANGUAGE SCHOLARSHIP) DI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN 2012.



No comments:

Post a Comment