Nama : Ajeng
Illa
Semester 3
Bahasa dan
Sastra Indonesia – FKIP
Universitas
Majalengka
Tugas
portofolio – Sintaksis
Pertemuan
1
Pengertian
objek sintaksis. Alat-alat sintaksis dan jenisnya. Kontruksi dan unsur
kontruksi sintaksis, dan Model
pemerian unsur langsung.
Sumber buku
berjudul “Sintaksis Bahasa
Indonesia” dengan penulis Drs. Suhardi, Drs. Suhardi, M.Pd dan Drs. Teguh
Setiawan. Tahun 1997.
Pengertian
objek sintaksis
·
Kentjono
(dalam Kentjono (Ed.), 1982) menyebutkan bahwa pembicaraan yang paling besar
dalam sintaksis adalah kalimat.
·
Verhaar
(1979) mengungkapkan hal yang mirip bahwa sintaksis itu mempelajari hubungan
gramatikal di luar kata tetapi masih dalam lingkup satuan yang disebut kalimat.
·
Tarigan
(1986) memberikan penjelasan bahwa sintaksi merupakan salah satu cabang tata
bahasa yang membicarakan struktur-struktur frasa, klausa dan kalimat.
·
Berbeda
dengan Ramlan mengungkapkan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang
membicarakan seluk frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
·
Dalam
konsep sintaksis, wacana merupakan satuan bahasa terbesar yang berada di luar kajian
sintaksis. Wacana yang lengkap terbentuk dari sejumlahkalimat yang berkaitan
secara logis antara kalimat yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk
kesatuan dan kepaduan ide. Dengan demikian, wacana sebagai satuan bahasa
terbesar dan kompleks bukan merupakan objek kajian sintaksis, melainkan sebagai
kajian bahasa tersendiri atau berada di luar sintaksis.
·
Dapat
disimpulkan bahwa objek kajian sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat.
·
Kesimpulannya : Objek
sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan
struktur-struktur frasa, klausa, kalimat dan wacana. Namun menurut konsep sintaksis
wacana adalah sebuah kajian bahasa tersendiri atau berada di luar sintaksis.
Alat-alat sintaksis dan jenisnya
·
Sintaksis
juga membicarakan alat-alat sintaksis yang menghubungkan bagian-bagian yang
membentuknya dan menunjukan makna gramatikal di antara unsur pembentuknya
·
Kentjono
(dalam Kentjono,1982) dan Kridalaksana (1985 dan 1988) menyebutkan empat macam
jenis alat sintaksis, yaitu urutan, bentuk kata, intonasi dan kata tugas.
1.
Urutan
merupakan alat sintaksis yang pertama. Hail ini berperan besar dalam penentuan
makna gramatikal sebuah satuan sintaksis.
Contoh :
(1)
Sinta
tidak pernah datang
(2)
Sinta
pernah tidak datang
(3)
Pernah
datang tidak Sinta
Makna gramatikal satuan sintaksis (1) berbeda dengan makna
gramatikal satuan sintaksis (2) dan (3). Contoh (1) mengandung makna gramatikal
‘belum pernah datang sama sekali’, contoh (2) mengandung makna gramatikal
‘lebih sering datang atau baru satu atau dua kali tidak datang’ dan contoh
(3) mengandung makna gramatikal
‘keraguan atau pertanyaan tentang datang atau tidak datang’.
2.
Bentuk
kata merupakan alat sintaksis yang kedua. Hal ini ditandai oleh penggunaan
imbuhan (afiks), baikyang berupa awalan (prefix), sisipan (Infiks), akhiran
(sufiks), kombinasi awalan dan akhiran(simulfiks), maupun konfiks.
Contoh :
(1)
Antok
telah mengambil buku bacaan
(2)
Antok
telah mengambili buku bacaan
(3)
Antok
telah mengambilkan temannya buku bacaan
Bentuk kata kerja mengambil pada contoh (1) menyatakan
tindakan aktif transitif yang diikuti frasa buku bacaan yang berperan
penderita. Demikian pula kata kerja mengambil pada contoh (2) menyatakan
tindakan aktif transitif yang diikuti frasa buku bacaan yang berperan
penderita, tetapi makna gramatikal bentuk kata kerja dengan penambahan akhiran –i
tersebut menyatakan ‘tindakan yang berulang’. Berbeda halnya dengan bentuk kata
kerja mengambilkan pada contoh (3).kehadiran -kan pada kata kerja
tersebut menyebabkan adanya keharusan dua benda atau frasa benda di
belakangnya. Frasa benda temannya berperan sebagai penerima dan frasa benda
buku bacaan berperan sebagai penderita.
3.
Intonasi
merupakan alat sintaksis yang ketiga. Apabila ujaran seseorang disimak secara
sungguh-sungguh, akan terdengar arus ujaran yang berombak-ombak. Hal ini
terjadi karena kenyaringan arus ujaran tidak sama. Ada bagian ujaran yang
diucapkan lebih keras,ada yang lebih lembut, ada yang lebih lama, ada yang
lebih tinggi, dan ada yang lebih pendek. Lalu terjadi pula pemutusan arus
ujaran di sana sini dalam waktu tertentu dengan suara meninggi , merata, atau
merendah. Keseluruhan gejala yang muncul ini dalam sbuah tuturan atau ujaran
oleh Keraf (1991) disebutnya intonasi. Jadi, intonasi merupakan serangkaian
nada yang diwarnai oleh tekanan, durasi atau tempo, perhentian atau jeda, dan
suara yang menaik, merata, atau mendatar pada akhir ujaran.
Kridalaksana menyebutkan unsur prosodi dari intonasi adalah
titinada, tekanan, tempo, dan kontur dalam ujaran.
3.1 Titinada merupaka unsur prosodi yang dapat diukur atas dasar
kenyaringan arus ujaran.
Contoh
:
(1)
Hebat
betul.
# 2
2 / 3 1 #
(2)
Hebat betul?
# 2
2 / 3 2 #
Artinya
dalam ilmu bahasa titinada biasanya dilambangkan dengan angka yaitu titinada
rendah dilambangkan “1”, titinada sedang dilambangkan “2”, titinada tinggi
dilambangkan “3” dan titinada sangat tinggi dilambangkan “4”.
3.2 Tekanan merupakan unsur prosodi yang menyertai ujaran yang dapat
diukur dengan keras lemahnya suara pada arus ujaran.
Meskipun
dalam bahasa Indonesia tekana itu tidak distingtif, hal tersebut tidaklah
berarti bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia tidak mengandung tekanan.
Misalnya pada kata /pekerjaan/ jelas terdapat tekanan di dalamnya. Namun
tekanan dalam bahasa daerah di Indonesia berbeda, seperti bahasaJawa dengan
Batak, Sunda, Ambon itu akan sangat berbeda.
3.3 Tempo yang disebut oleh Keraf (1991) dengan istilah durasi
merupakan salah satu jenis prosod yang ditandai oleh panjang pendeknya waktu
yang diperlukan untuk mengucapkan sebuah segmen.
Contoh
:
(1)
Cantik…
sekali!
(2)
Can… tik sekali!
(3)
Cantik sekali!
Dalam
kalimat (3) yang menjawab mengakui bahwa wajahnya “cantik sekali” dengan
mengucapkannya datar. Pada kalimat (1) yang menjawab memberikan penekanan pada
segmen tik , sedangkan pada kalimat jawaban (2) yang menjawab memberikan
penekanan pada segmen can.
3.4 Kontur merupakan salah satu unsur prosodi yang meliputi sebagian
atau seluruh ujaran tertentu.
Contoh
:
(1)
#Mereka
/ telah pergi.#
#2-
2 3n / 2- 3 1t# (t= turun)
(2)
#orang
itu / akan pergi / lusa?#
#2-
2 3n / 2- 2 3 / 3 2s# (n= naik, = sedang)
Kalimat
(1) terdiri dari dua satuan ujaran, yaitu /mereka/ dan /telah pergi/. Satuan
ujaran pertama dibatasi oleh kesenyapan awal dan kesenyapan tengah atau antara
satuan ujaran kedua dibatasi oleh kesenyapan tengah dan kesenyapan akhir atau
final sedangkan seluruh satuan ujaran (1) dibatasi oleh kesenyapan awal dan
kesenyapan akhir. Satuan-satuan ujaran yang dibatasi oleh dua kesenyapan itulah
yang disebut kontur. Kalimat (1) terdiri
dari dua kontur dan kalimat (2) terdiri dari tiga kontur.
4.
Kata
tugas merupakan alat sintaksisyang keempat. Menurut Samsuri (1985) dengan
istilah kata sarana. Terdapat pula sejumlah cirri kata tugas yang dimaksudkan
tersebut adalah (1) jumlahnya terbatas, (2) keanggotaannya boleh dikatakan
tertutup, (3) pada umumnya tidak dapat mengalami proses morfologis, (4) pada
umunya tidak memiliki makna leksikal, (5) digunakan dalam wacana apa pun,dan
(6) dikuasai oleh pemakai bahsa pada umumnya dengan cara menghafal.
Contoh :
(1)
Mereka
duduk di ruang tamu.
(2)
Pada
hari ini kau dan aku harus pergi.
(3)
Hai,
kemarilah dengan segera!
(4)
Apakah
engkau mengenal si Miskin?
(5)
Dia
pun berangkatlah segera.
Kata-kata yang dicetak miring pada kalimat-kalimatdi atas merupakan
kata tugas. (1) dan (2) kata di dan pada pada kalimat sebagai
preposisi (kata depan), bentuk kata dan dan dengan pada kalimat
(2) dan (3) sebagai konjungsi (kata sambung), bentuk kata hai pada
kalimat (3) sebagai kata seru, bentuk kata si, pun, dan lah
pada kalimat (4) dan (5) sebagai partikel atau penegas.
·
Kesimpulannya : Alat-alat
sintaksis terdiri atas urutan, bentuk kata, intonasi dan kata tugas. Dalam
intonasi terdapat titinada, tekanan, tempo, dan kontur
Kontruksi dan unsur kontruksi
·
Istilah
kontruksi menunjukan suatu konsep satuan bahasa yang bermakna. Kontruksi
merupakan bangunan bahsa yang berbentuk satuan-satuan bahasa yang bermakna dan
minimal terdiri dari dua unsur langsung.
·
Unsur langsung sebuah kontruksi sintaksis
adalah kata atau bentuk bebas, frasa,
atau klausa.
·
Kontruksi
sintaksis merupakan satuan-satuan bahasa yang bermakna yang berupa frasa,
klausa, dan kalimat.
Contoh :
(1)
Rumah
saya
(2)
Buku
dan tinta
(3)
Mereka
akan datang
(4)
Anak
saya pulang
Contoh (10 dan (2) merupakan bentuk-bentuk kontruksi frasa. Contoh (3) merupakan bentuk-bentuk kontruksi
klausa sedangkan contoh (4) merupakan bentuk-bentuk kontruksi kalimat.
·
Terdapat
ciri-ciri kontruksi sintaksis :
1.
Unsur
langsungnya berupa bentuk bebas atau kata.
2.
Hubungan
antar unsur langsungnya longgar.
3.
Di antara unsur langsungnya dapat disisipi
bentuk bebas atau kata lain.
4.
Biasanya struktur unsur langsungnya tidak
tetap.
5.
Bentuknya berupa frasa, kalusa dan kalimat.
·
Unsur-unsur suatu kontruksi dapat
dikelompokkan menjadi dua :
1. Unsur yang secara langsung membentuk sebuah kontruksi
2. Unsur yang secara tidak langsung membentuk kontruksi
·
Sebuah
kontruksi sintaksis terbentuk dari unsur-unsur langsungnya secara bertahap juga.
1. Apabila dilihat dari segi wujud unsurnya, unsur langsung suatu kontruksi
sintaksis wujudnya dapat bermacam-macam. Jika kontruksi sintaksis
berbentuk frasa, unsur langsungnya dapat
berupa kata dan kata, kata dan frasaa, frasa dan frasa, atau kata dan klausa.
Contoh :
(1) Rumah kakak
UlL
UL
(2) Rumah kakak saya
UL UL
(3) Teman kuliah anak saya
UL UL
(4) Kalau saya berangkat
UL UL
Contoh (1) unsur langsungnya berupa
kata dan kata, contoh (2) unsur langsungnya berupa kata dan frasa, contoh (3)
unsur langsungnya berupa frrasa dan frasa, sedangkan kontruksi sintaksis yang unsur
langsungnya berupa kata dan kalusa terdapat pada (4).
2. Apabila sebuah kontruksi sintaksis berupa klausa, unsur langsungnya bisa
berupa kata dan kata, kata dan frasaa, frasa dan frasa. Unsur langsung
kontruksi sintaksis yang berbentuk kalusa,masing-masing unsur langsungnya
berfungsi sebagai pokok dan sebutan. Kehadiran fungsi pokok dan sebutan dalam
sebuah kontruksi inilah yang kemudiann sebuah kontruksi sintaksis yang
bersangkutan disebutklausa.
Contoh :
Dewi mahasiswa
UL UL
Pokok sebutan
3. Apabila sebuah kontruksi sintaksis berupa kalimat, unsur langsungnya berupa
unsur segmental dan suprasegmental. Unsur langsung kontruksi sintaksis yang
berupa kalimat dapat berupa kata dan kata, kata dan frasaa, frasa dan frasa,
atau klausa danklausa.
Contoh :
(1) Mereka bertamasya
UL UL
(2) Kedua orang itu berdiskusi
UL UL
(3) Puisi itu sangat bagus
UL UL
(4) Saya tinggal di rumah kalau
anda akan pergi
UL
UL
Contoh (1) unsur langsungnya berupa kata mereka
dan bertamasya, contoh (2) unsur langsungnya berupa frasa kedua
orang itu dan kata berdiskusi, contoh (3) unsur langsungnya berupa
frasa puisi itu dan sangat bagus, sedangkan unsur langsungnya
contoh (4) adalah klausa saya tinggal di rumah dan kalau anda akan
pergi.
·
Kesimpulannya : Kontruksi sintaksis merupakan
satuan-satuan bahasa yang bermakna yang berupa frasa, klausa, dan kalimat dan
unsur kontruksi terdiri atas unsur yang secara langsung ataupun tidak langsung
membentuk sebuah kontruksi.
Model pemerian
unsur langsung
·
Model teknik pemerian :
1. Model utama dalah bentuk uraian atau deskripsi.
Misalnya sebuah kontruksi sintaksis Mahasiswaitu sedang belajar
dapat diuraikan atas unsur langsungnya, yaitu terdiri dari unsur langsung frasa
mahasiswa itu dan sedang belajar. Demikian pula kontruksi mahasiswa
dan itu, sedangkan kontruksi frasa sedang belajar terdiri dari
unsur langsung sedang dan belajar.
2. Model pemerian unsur langsung kedua adalah bentuk garis.
Misalnya sebuah kontruksi sintaksis Mahasiswaitu sedang belajar di kelas
dapat dikemukan sebagai berikut.
# Mahasiswa │itu ││ sedang │ belajar │││ di │ kelas #
3. Model pemerian unsur langsung ketiga, yaitu teknik diagram pohon.
Misalnya suatu bentuk kontruksi Sinta sedang belajar di kamar, dapat
digambarkan dalam bentuk diagram pohon sebagai berikut.












4. Model pemerian unsur langsung yang keempat adalah bentuk diagram kotak
(boks)
Misalnya , contoh kontruksi sintaksi di atas dapat digambarkan dalam bentuk
kotak berikut ini.
Sinta
|
Sedang
|
Belajar
|
Di
|
Kamar
|
Sedang belajar
|
Di kamar
|
|||
Sedang belajar di kamar
|
||||
Sinta
|
Sedang belajar di kamar
|
·
Kesimpulannya : Model pemerian unsur langsung : Model teknik
pemerian bentuk uraian atau deskripsi, bentuk garis, teknik diagram pohon, dan bentuk diagram kotak (boks).
Pertemuan 2
Konsep
frasa, frasa endosentrik (endo D-M, M-D), endo koordinatif(aditif, alternative,
opositas dan apositas), frasa eksosentrik, frasa nomina, frasa verbal, frasa
numerelia, frasa adjectival, frasa preposisional.
Sumber buku
berjudul “Sintaksis Bahasa
Indonesia” dengan penulis Drs. Suhardi, Drs. Suhardi, M.Pd dan Drs. Teguh
Setiawan. Tahun 1997.
Konsep
frasa
·
Istilah
frasa dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilahkelompok kata.
·
Frasa
adalah satuan gramtikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
berciri klausa dan pada umunnya menjadi pembentuk klausa (Cook,1971; Kentjono,
1982).
·
Ramlan
(1981) memberikan pengertian frasa yaitu satuan gramatik yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Yang dimaksud batas fungsi
disini adalah fungsi subjek dan predikat. Oleh sebab itu, frasa sebagai satuan
gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak bersifat
predikatif.
·
Frasa
dalah salah satu bentuk kontruksi sintaksis yang beranggotakan dua kata atau
lebih dan tidak bersifat predikatif.
Misalnya
:
Teman
kuliah saya telah menikah
Terbentuk
dari frasa Teman kuliah saya dan telah menikah.
Frasa
endosentrik (Endosentrik atributif (D-M, M-D), Endosentrik koordinatif (aditif,
alternative, opositas, apositif), Frasa eksosentrik, Frasa nomina, Frasa
verbal, Frasa numerilia, Frasa adjek-tival, Frasa preposisional.
·
Atas
dasar distribusi unsurnya dalam kalimat, frasa dapat dibedakan menadi dua jenis
yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris.
·
Frasa
endosentrik adalah frasa yang unsur pusatnya berdistribusi sama dengan frasa
yang dibentuknya
·
Frasa
eksosentrik adalah frasa yang unsur pusatnya tidak berdistribusi sama dengan frasa yang dibentuknya.
·
Verhaar (1979) mendefinisikan frasa endosentrik adalah frasa yang berdistribusi paralel dengan unsur pusatnya, sedangkan frasa eksosentrik adalah frasa yang berdistribusi komplementer dengan unsur pusatnya.
·
Sebuah frasa merupakan frasa endosentrik apabila kategori frasa yang bersangkutan sama dengan kategori unsur pusatnya. Sebaliknya sebuah frasa diakatakan sebagai frasa eksosentrik jika kategori frasa yang bersangkutan tidak sama dengan kategori unsur pusatnya.
Contoh :
·
Karlina adalah mahasiswa teladan.
·
Panitia mengundang guru dan siswa.
·
Sutarto makan di kelas.
·
Frasa mahasiswa teladan pada contoh (1) dan frasa guru dan siswa pada contoh (2) tergolong frasa endosentik
karena kategori kedua frasa tersebut sama dengan kategori unsur pusatnya, yaitu
benda (nominal). Sebaliknya, frasa di kelas pada contoh 3 tergolong frasa
eksosentrik karena kategori frasa tersebut tidak sama dengan kategori unsur
pusatnya. Frasa di kelas berkategori frasa preposisional, sedang unsur
pusatnya kelas berkategori benda (nominal)
·
Atas
dasar unsur-unsur pembentuknya, frasa endosentrik terbagi menjadi 3 jenis yaitu :
1.
Frasa endosentrik koordinatif adalah frasa yang unsur-unsur pembentuknya menunjukan hubungan setara. Unsur-unsurnya
dapat dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi) dan atau atau.
-
Apabila
kemungkinan unsur-unsur itu dapat dihubungkan dengan konjungsi dan, frasa yang bersangkutan oleh Keraf (1991) disebut
sebagai frasa endosentrik bertipe aditif.
-
Apabila kemungkinan
unsur-unsur itu dapat
dihubungkan dengan konjungsi atau,
frasa yang bersangkutan disebut sebagai frasa endosentrik bertipe alternatif.
Contoh :
(1)
Kaya dan
miskin
Kesatuan dan pesatuan
(2)
Hijau atau kuning
Tiga atau empat
2.
Frasa endosentrik atributif adalah frasa yang unsur-unsurnya tidak setara. Unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan
dengan kata penghubung (konjungsi) dan atau atau. Dengan kata
lain hal ini berarti bahwa unsur frasa endosentrik atributif terdiri dari unsur pusat atau unsur yang di terangkan
(D) dan unsur atribut atau unsur yang menerangkan (M).
Contoh :
(1) Sekolah penerbangan
D M
(2) Anak kelima
D M
(3) Pembangunan lima tahun
D M
3.
Frasa endosentrik apositif adalah frasa yang unsur-unsurnya terdiri dari pusat dan unsur aposisi. Unsur-unsurnya
tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi) dan atau atau.
Diantara unsur-unsurnya itu tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi dan
atau atau. Dalam hal ini terdapat ciri khusus, yaitu unsur aposisi dapat
menggantikan unsur pusat.
Contoh :
Indra putra Bu Tari, sedang belajar.
Indra
- sedang belajar
- putra Bu Tari sedang belajar
Unsur Indra merupakan unsur pusat, sedangkan
unsur purta Bu Tari merupakan aposisi. Dalam hal ini unsur purta BU Tari dapat
menggantikan unsur Indra. Dengan demikian, secara semantik unsur putra Bu Tari
adalah sama dengan unsur Indra.
· Frasa eksosentrik terbagi menjadi dua golongan:
1.
Frasa eksosenterik direktif adalah frasa yang salah satu unsurnya
bertindak sebagai direktor dan unsur yang lainnya bertindak sebagai aksis
(sumbu).
1.1 Apabila unsur yang bertindak sebagai direktor itu berupa kata kerja dan
diikuti unsur lain (benda) sebagai aksis yang berfungsi objek, frasa yang
bersangkutan merupakan frasa eksosentrik direktif objektif.
1.2 Apabila salah satu unsurnya yang bertindak sebagai direktor berupa
preposisi dan diikuti unsur lain (benda) yang bertindak sebagai aksis, frasa
yang bersangukatan disebut frasa eksosentrik direktif preposisional.
1.3 Apabila salah satu unsurnya yang bertindak sebagai direktor berupa konjungsi
dan diikuti unsur lain (benda) yang bertindak sebagai aksis, frasa yang
bersangukatan disebut frasa eksosentrik direktif konjungtif.
Contoh :
(1) Makan nasi goreng; memelihara
kambing
K B K B
Direktor
aksis direkror aksis
(2) Di rumah; ke sawah; dari kantor
Pref
B Pref B Pref B
Direktor
akksis direkror aksis direktor aksis
(3) Ketika bepergian; sehingga
berhasil
Konjungsi K konjungsi
Sif
Direktor aksis direktor aksis
2. Farsa eksosentrik konektif dalah frasa yang salah satu unsurnya biasanya
berupa kopula) bertindak sebagai konektor yang berfungsi sebagai relator
(penghubung) antara unsur yang mengisi predikat (sebagai aksis) dan unsur
objek.
Contoh :
1. Irawan adalah guru teladan
Konektor B
Direktor aksis
2. Dendi sebagai ketua
kelompok
Kosektor
B
Direktor aksis
·
Ditinjau dari segi kelas kata, frasa dapat
dikeolmpokkan menjadi lima jenis :
1. Frasa benda (nomina)
2. Frasa kerja(verbal)
3. Frasa sifat (adjektival)
4. Frasa bilangan (numerelia)
5. Frasa preposisional.
Jenis 1 sampai 4 merupakan frasa endosentrik
sehingga kategori frasa yang bersangkutan sama dengan kategori unsur pusat dan
unsur intinya. Jenis Frasa 5 tersebut
merupakan Frasa eksosentrik diektif proposisional sehingga unsurnya terdiri
dari preposisi (kata depan) sebagai direktor dan unsur lain sebagai aksis.
Dengan demikina kategori Frasa jenis 5 tersebut tidal sama dengan kategori
unsur pusatnya yang bertindak sebagai aksis.
Sumber buku berjudul “Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan
Proses) dengan penulis Abdul Chaer. Tahun 2009.
·
Dilihat
dari kedudukan kedua unsurnya , dibedakan adanya :
1.
Frasa
koordinatif yaitu yang kedudukan unsurnya sederajat
2.
Frasa
subordinatif yaitu yang kedudukan unsurnya tidak sederajat
·
Dilihat
dari hubungan kedua unsurnya, dibedakan adanya :
1.
Frasa
endosentrik yaitu yang salah satu unsurnya dapat menggantikan keseluruhannya.
2.
Frasa
eksosentrik yaitu yang kedua unsurnya merupakan satu kesatuan
·
Dilihat
dari kategorinya, dibedakan adanya :
1.
Frasa
nominal
2.
Frasa
verbal
3.
Frasa
ajektival
4.
Frasa
preposisional
·
Frasa
nominal adalah frasa yang dapat mengisi fungsi subjek atau objek di dalan
klausa. Terdapat frasa nominal koordinatif dan frasa
nominal subordinatif :
1.
FNK
: frasa nominal koordinatif
1.1
Duah
buah kata berkategori nomina yang merupakan pasangan dari antonim
relasional.
Missal :
-
Ayah
ibu
-
Pembeli
penjual
1.2
Duah
buah kata berkategori nomina yang merupakan anggota dari suatu medan makna.
Missal :
-
Sawah
ladang
-
Kampung
halaman
Makna gramatikal dari FNK adalah menyatakan ‘himpunan’ atau
‘gabungan’, sehingga di antara kedua unsurnya secara eksplisit dapat di
sisipkan konjungsi dan.
Misal :
-
Ayah
(dan) ibu
-
Sawah
(dan) ladang
2. FNS : frasa nominal subordinatif
FNS dapat disusun dari :
2.1
(nomina + nomina) memiliki makna gramatikal :
1.
Milik = contohnya : rumah paman, tanah negara
2.
Bagian = awal tahun, tengah semester
3.
Asal bahan = cincin emas, soto ayam
4.
Asal tempat = jeruk bali, putri solo
5.
Campuran = roti keju, kopi sus
6.
Hasil = lukisan Affandi, motor Cina
7.
Jenis = mobil sedan, bungga anggrek
8.
Jender = ayam jago, atlet putera
9.
Seperti = akar rambut, jamur kuping
10.
Model = topi koboi, peci haji
11.
Menggunakan, memakai = kapal layar, mesin
bensin
12.
Peruntukan = pensil alis, obat mata
13.
Ada di = kapal laut, voli pantai
14.
Wadah = botol kecap, tabung gas
15.
Letak = kamar tengah, pintu belakang
16.
Dilengkapi = kursi roda, sepeda motor
17.
Sasaran = pelebaran jalan, perluasan kota
18.
Pelaku = bantuan presiden, omelan ayah
19.
Alat = balap mobil, perang mulut
2.2
(nomina + verba) memiliki makna gramatikal :
1.
Tempat = kamar periksa, bangsal senam
2.
Kegunaan = mobil dere, pisau cukur
3.
Yang di.. = ikan pepes, sambal goreng
4.
Yang bisa melakukan = tukang pukul, juru bayar
2.3
nomina + adjektiva memiliki makna gramatikal :
1.
keadaan = mobil rusak, gubuk reyot
2.
derajat = sekolah dasar, kuara pertama
3.
rasa, bau = kacang asin, minyak wangi
4.
bentuk = gedung bundar, paku payung
2.4
adverbia + nomina, memiliki makna gramatikal :
1. Ingkar = bukan bulan, tiada uang
2. Jumlah = beberapa orang, banyak uang
3. batas = hanya air, cuma nama
2.5
nomina + adverbia, memiliki makna gramatikal :
1.
pembatasan yaitu saja :
-
dia saja (orang lain tidak ada)
-
pensil saja (tidak pakaipena)
-
uang saja (bukan neda lain)
2.6
nomina + numerelia, memiliki makna gramatikal
:
1.
tingkat : juara kedua, anak kelima
2.7
numerelia + nomina memiliki makna gramatikal :
1. banyaknya : sepuluh rumah, lima ekor buaya
2.8
nomina demonsratifia memiliki makna gramatikal
:
1.
penentu : anak itu, pegawai ini
·
Frasa verbal adalah frasa yang menghiasi atau menduduki fungsi predikat pada sebuah klusa. Terdapat
frasa verbal koordinatif dan frasa verbal subordinatif.
1. FVK = frasa verbal koordinatif
1.1
Duah
buah kata berkategori veral yang merupakan anggota dari antonim relasional dan memiliki makna gramtikal ‘menggabungkan’ sehingga
diantara keduanya dapat disisipkan kata dan.
Misal :
-
Tambah kurang
-
Pulang pergi
1.2
Duah
buah kata berkategori verba yang merupakan anggota dari suatu
medan makna dan memiliki makna gramtikal ‘menggabungkan’ sehingga di antara kedua
unsurnya dapat disisipkan kata dan.
Misal :
-
Makan pakai
-
Dengar lihat
2. FVS = frasa verba subordinatif
2.1 adverbia + verba, memiliki makna gramatikal :
1.
ingkar = contohnya : tidak membayar, tak
menginap
2.
frekuensi = jarang mandi, kadang-kadang pulang
3.
kuantitas = banyak menulis, cukup bekerja
4.
waktu (kala) =lagi makan, sudah mandi
5.
keinginan = mau mandi, ingin membeli
6.
keselesaian = sudah hadir, sedang bertemu
7.
keharusan = harus pergi, wajib hadir
8.
kepastian = pasti hadir, mungkin terlambat
9.
pembatasan = hanya minum, cuma menonton
2.2 verba + adverbia, memiliki makna gramatikal :
1.
berulang = contohnya : makan lagi, naik pula
2.
ikut serta = contohnya : makan pula, mendengar
juga
2.3 verba + nomina, memiliki makna gramatikal :
1.
alat = contohnya : terjun payung, lempar
cakram
2.4 verba + adjektiva, memiliki makna gramatikal :
1.
keadaan atau sifat = contohnya : lompat jauh,
jalan cepat
·
Frasa ajektival adalah frasa yang mengisi atau menduduki fungsi
predikat dalam sebuah klausa ajektival. Terdapat frasa adjektival koordinatif
dan frasa ajektival subordinatif.
1.
FAK = frasa ajektival koordinatif
1.1
Duah
buah kata berkategori adjektiva yang merupakan anggota dari antonim relasional dan memiliki makna gramtikal ‘pilihan’ sehingga diantara
keduanya dapat disisipkan kata atau.
Misal :
-
Baik buruk
-
Tua muda
1.2 Duah buah kata berkategori adjektiva yang merupakan anggota dari pasangan
bersinonim dan memiliki makna gramtikal ‘sangat’.
Misal :
-
Tua renta
-
Terang benderang
1.3 Duah buah kata berkategori adjektiva yang maknanya sejalan tidak
bertentangan dan memiliki makna gramatikal ‘himpunan’ sehingga di antara
keduanya dapat disisipkan kata dan.
Misal :
-
Bulat panjang
-
Tinggi kurus
1.4
Dua buah kata berkategori adjektival yang
maknanya tidak sejalan (bertentangan) dan memiliki makna ‘berkebalikan’
sehingga diantaranya kedua unsurnya harusnya disisipka kata tetapi.
Misal :
-
Murah tetapi bagus
-
Besar tetapi jelek
2.
FAS = frasa adjektival subordinatif
1.
Adjektival + nomina, memiliki makna gramatikal
:
1. Seperti = contohnya: merah darah, hijau
daun
2.
Adjektival + adjektival, memiliki makna
gramatikal
1. Jenis warna = contohnya : merah terang,
putih kebiru-biruan
3.
Adjektiva + averba, memiliki makna gramatikal
1.
Untuk = contohnya : berani datang, malu
bertanya
4.
Adverbia + adjektiva, memiliki makna
gramatikal :
1.
Ingkar = contohnya : tidak takut, tidak bodoh
5.
Adverbia + adjektiva, memiliki makna
gramatikalnya :
1.
Derajat = contohnya : sangat indah, kurang
bagus
6.
Adjektiva + adverbia, memiliki makna
gramatikalnya :
1.
Tingkat superlatif = contohnya : indah sekali,
bagus sekali
·
Frasa preposisional adalah frasa yang berfungsi sebagai
pengisi fungsi keterangan di dalam sebuah klausa. Frasa preposisional ini bukan
frasa koordinatifmaupun frasa subordinatif, melainkan frasa eksosentrik. Jadi
di dalam frasa ini tidak ada unsur inti dan unsur tambahan. Kedua unsurnya
merupakan satu kesatuan yang utuh.
Frasa preposisional tersusun dari kata berkategori
preposisi dan kata atau frasa berkategori nominal.
Misal :
Di pasar
Dari rumah sakit
Sumber buku berjudul “ Dasar-Dasar Analisis Sintaksis” dengan
penulis J.D. Parera. Tahun 2009.
·
Kontruksi
frasa endosentris atributif
1.
Atribut
mendahului pusat. Polanya AX
Misal : tiap-tiap hari, perbagai ragam
2. Pusat di depan, atribut dibelakang. Polanya XA
Misal : baik sekali, kewajiban kita
3. Pola atribut terpisah atau terbagi. Polanya AXA
Misal: sebuah mangga yang masakm sangat baik sekali
4. Pola atribut dengan pusat terpisah. XAX
Misal : did not go, can never go
5. Kontruksi atribut mana suka : AX atau XA
Misal : sekalian mendengar, pendengar sekalian.
·
Kontruksi frasa endosentris koordinatif
1. Kontruksi aditif atau penambahan.
Misal : putih lagi bersih, berdiri serta mendepankan tangan
2. Kontruksi penggabungan
Misal : pemuda dan pemudi, membaca dan menulis
3. Kontruksi pemisahan atau alternatif
Misal : kaya atau miskin, baik adik maupn kakak
4. Kontruksi perwalian atau aposisi
Misal: Presiden Mahmud, Queen Mary
Sumber buku berjudul “Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi” dengan penulis Dr R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Tahun 2009.
·
Frasa Nominal
Frasa yang terdiri dari nomina sebagai
indukatau sebagai pusat dan unsur-unsur lain yang berupa adjektiva, verba,
numerelia, demonstrativa, pronominal, dan bentuk-bentuk kebahasaan lain sebagai
modifikator atau penjelasnya. Contoh : kursi rotan, kawan seperjuangan, wanita
cantik jelita.
·
Frasa verbal
Frasa yang merupakan gabungan antara verba dan
verba, verba dan adverbia atau yang lainnya. Jadi, verbalah yang menjadi inti
atau induk dari frasa verbal itu, dan unsur-unsur lainnya merupakan penjelas
atau modifikatornya. Contoh : pergi ke Jakarta, turun jabatan, berangkat tidur.
·
frasa adjektival
Frasa yang merupakan gabungan antara adjektiva
dan komponen yang lainnya. Jadi, induk atau inti frasa itu adalah kata sifat
atau adjektiva, sedangkan komponen - komponen lain yang membentuk frasa
tersebut berfungsi sebagai penjelas atau modifikatornya. Contoh : panas terik,
agak sulit, gelap gulita.
·
Frasa numeral
Frasa numeral adalah frasa yang merupakan gabungan anatara numerelia dan
unsur-unsur lainnya. Di dalam kontruksi frasa itu, numerelialah yang menjadi
induk atau inti frasanya . contoh : dua puluh, ribuan masalah, cetakan pertama.
·
Frasa preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang induknya
adalah preposisi. Contoh : dari dan ke,dari, oleh, untuk, dan untuk. Frasa
preposisional biasanya bersifat koordinatif.
Sumber buku
berjudul “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga” dengan penulis Hasan
Alwi, Soenjono Darmawidjo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. Tahun 2003.
·
Numerelia atau kata bilangan adalah katayang
dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan
konsep. Terdapat numerelia pokok (numerelia kardinal) dan numerelia tingkat
(numerelia ordinal).
1. Numerelia pokok. Bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan
yang lain.
1.1 numerelia pokok tertentu. Mengacu pada bilangan pokok.
contoh : 1 – satu
1.2 numerelia pokok kolektif. Dibentuk dengan prefiks ke- yang ditempatkan di
muka nomina.
contoh
: ketiga pemian – semua pemain dari nomor satu sampai ke nomor tiga
1.3 numerelia pokok distributif. Dapat
dibentuk dengan cara mengulang kata bilangan.
Contoh : satu-satu, dua-dua
1.4 numerelia pokok taktentu. Mengacu pada jumlah yang tidak pasti dan sebagian
besar numerelia ini tidak dapat menjadi jawaban atas pertanyaan yang memakai
kata tanya berapa. Seperti : banyak, berbagai, beberapa,l pelbagai, semua,
seluruh, segala, dan segenap.
Contoh : banyak orang, sedikit air
1.5 numerelia pokok klitika. Numerelia yang dipungut dari bahasa Jawa Kuna,
jadi numerelia itu lekatkan di muka nomina yang bersangkutan.
Contoh : eka – satu, dasalomba – sepuluh
perlombaan
1.6 numerelia ukuran. Menyatakan berat, panjang-pendek, jumlah, lusin, kodi,
kodi,meter, liter, gram.
Contoh : kalau ke toko, belilah dua lusin
piring, berapa harga minyak itu per sepuluh liter?
2. Numerelia tingkat. Dengan menambahkan ke- di muka bilangan yang
bersangkutan.
Contoh : kesatu, kesepuluh
3. Numerelia pecahan. Dengan menambahkan atau memakai kata per- diantara
bilangan pembagi dan penyebut. Dalam bentuk huruf, per- ditempelkan pada
bilangan yang mengikutinya. Dalam bentuk angka, dipakai garis yang memisahklan
kedua bilangan ini.
Contoh :
-
seperdua, setengah, 2,5 – dua setengah atau dua koma lima.

4. Frasa numerelia. Umumnya, frasa numerelia dibentuk dengan menambahkan kata
penggolong.
Contoh : dua ekor (kerbau, lima orang (penjahat), tiga buah (rumah).
Pertemuan 3
Pengertian
atau hakikat klausa, tipe klausa berdasarkan unsur inti (klausa lengkap dan
tidak lengkap), berdasarkan struktur internal (klausa runtut dan inversi),
berdasarkan kategori pengisi sebutan (klausa verbal, nominal, adjektiva,
numeral, preposisisonal), berdasarkan unsur negasi (klausa positif dan
negatif), berdasarkan distribusi unsur (klausa bebas dan terikat).
Sumber buku berjudul “Sintaksis Bahasa
Indonesia” dengan penulis Drs. Suhardi, Drs. Suhardi, M.Pd dan Drs. Teguh
Setiawan. Tahun 1997.
Pengertian klausa
·
Klausa
merupakan frasa (kelompok kata), hanya saja salah satu unsur intinya berfungsi sebagai predikat.
·
Cook, 1971,mendefinisikan klausa merupakan
frasa yang mengandung satu unsur predikat.
·
Ramlan,1981, menjelaskan bahwa klausa sebagai
satuan gramatik yang terdiri dari predikat (P), baik disertai unsur lain yang
berfungsi subjek (S), objek (O), pelengkap (Pel), keterangan (Ket) atau tidak.
·
Unsur inti dari sebuah klausa adalah S dan P.
Tipe klausa berdasarkan unsur inti (klausa
lengkap dan tidak lengkap)
·
Klausa lengkap adalah klausa yang terdiri dari
unsuryang masing – masing unsur berfungsi sebagai S dan P.
·
Klausa tidak lengkap adalah klausa yang tidak
memiliki unsur yang berfungsi sebagai S danP.
Contoh:
(1) Dia akan mengajar
S P
(2) Lima orang
P
Contoh (1) adalah V lengkap sedangkan (2)
adalah klausa tidak lengkap.
Tipe klausa berdasarkan struktur internal
(klausa runtut dan inversi).
·
Klausa lengkap yang berstruktur runtut (S di
depan P).
·
Klausa lengkap yang berstruktur inversi (S di
belakang P).
Contoh :
(1) orang itu / sangat gemuk (S/P)
(2) anak saya / akan berangkat (S/P)
(3) sangat gemuk/ orang itu (P/S)
(4) akan berangkat / anak saya (P/S)
contoh (1) (2) adalah klausa runtut sedangkan
(3) (4) adalah klausa inversi.
Tipe klausa berdasarkan unsur negasi (klausa
positif dan negatif).
·
Klausa positif adalah klausa yang tidak
memiliki kata negatif atau pengingkaran terhadap P.
·
Klausa negatif adalah klausa yang mengandung
kata negatif dan pengingkaran terhadap P. Kata-kata yang sering digunakan dalam
klausa negatif adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.
Contoh :
(1)
Muka anak itu pucat sekali (klausa positif)
(2) Dia sahabat karib saya (klausa positif)
(3)
Dia bukan anggota saya (klausa negatif)
(4)
Tarno tidak mengikuti (klausa negatif)
(5)
Dia tidak di rumah (klausa negatif)
Tipe klausa berdasarkan kategori berdasarkan
distribusi unsur (klausa bebas dan terikat).
·
Klausa bebas adalah klausayang telah dapat
berdiri sendiri ebagai kalimat sempurna. Artinya, klausa tersebut tidak
bergantung atau menjadi bagian dari kontruksi yang lebih besar.
·
Klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat
berdiri sendiri sebagai kalimat sempurna. Hal ini biasanya bergantung atau
merupakan bagian dari kontrujksi yang lebih besar.
Contoh :
(1) Heri bekerja di perusahaan. (klausa bebas)
(2) Tantri sangat sedih. (klausa bebas)
(3) Karena datang terlambat, ... (klausa terikat)
(4) Meskipun ia belum dewasa, ... (klausa terikat)
Sumber buku berjudul “Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan
Proses) dengan penulis Abdul Chaer. Tahun 2009.
Tipe klausa berdasarkan kategori pengisi sebutan
(klausa verbal, nominal, adjektiva, numeral, preposisisonal).
·
Klausa verbal :
1. Klausa verbal tindakan :
1.1 Klausa verbal tindakan bersasaran tak berpelengkap atau verba monotransitif
Klausa tindakan bersasaran tak berpelengkap dapat disusun dari sebuah verba
berkomponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran), sehingga klausanya memiliki
fungsi sintaksis S,P dan O. Dalam hal ini kompponen makna V yang mengisi P
harus sejalan dengan komponen makna yang memiliki fungsi S dan fungsi O. Contoh
:
(1)
Pak lurah membaca koran
S P O
(+manusia) (+manusia) -
·
(+bacaan) (+bacaan)
Contoh lain :
(1) Petani itu mencangkul ladang
(2) Polisi menangkap pencuri
1.2 Klausa verbal tindakan bersasaran berpelengkap atau verba bitransitif
Klausa tindakan bersasaran berpelengkap dapat disusun dari sebuah
berkoponen makna (+tindakan), (+sasaran) klausanya memiliki fungsi S,PO, dan
Pel. Dalam hal ini tentu saja komponen
makna yang memiliki P harus sejalan dengan komponen makna yang dimiliki
fungsi-fungsi lain. Contoh :
(1)
Saya membukakan ayah pintu
S P Pel O
(+manusia)
(+manusia) - -
(+pembuka) (+dibukakan) –
(+bukaan) (+bukaan)
Contoh lain :
(1)
Ibu membacakan adik cerita humor
(2)
Bibi menyuapi adik nasi tim
1.3 Klausa tindakan tak bersasaran
Klausa verba tindakan tak bersasaran dapat disusun dari sebuah verba yang
memiliki komponen makna (+tindakan) dan (+sasaran), sehingga klausanya hanya
memiliki fungsi S dan P. Dalam hal ini tentu saja komponen makna yang dimiliki
P harus sejalan dengan komponen makna yang dimiliki S. Contoh
(1)
Kapal itu berlyar ke Makssar
(2)
Merekasedang berlibur di Bali
2. Klausa verbal kejadian
Klausa verbal kejadian dapat disusun dari predikat verbal yang memiliki
komponen makna makna (+kejadian). Dalam hal fungsi sintaksis yang wajib hadir
adalah fungsi S dan fungsi P. Fungsi S berupa nomina yang mengalami kejadian
seperti disebutkan predikat.
Contoh :
(1)
Kompor gas baru itu meledak
S P
Yang mengalami kejadian kejadian
Contoh lain :
(1)
Tanggul sungai Bengawan Solo jebol
(2)
Tiba-tiba pistol itu meltus
3. Klausa verbal kedaan
Klausa verbal kedaan dapat disusun dari predikat verbal yang memiliki
komponen makna (+keadaan). Dalam hal ini fungsi sintaksis yang muncull hanyalah
fungsi S dan P. Fungsi S berupa nomina yang mengalami keadaan seperti yang
disebutkan oleh predikat. Contoh :
(1)
Kami
malu dengan kejadian semalam
S P
Yang mengalami keadaan
Contoh lain :
(1)
Sudah sebulan ini rumah kosong
(2)
Pintu kamarnya terbuka
·
Klausa nominal
Klausa nominal hanya memiliki fungsi wajib S
dan P. Klausa nominal ini dapat disusun dari fungsi S yang berupa kata atau frasa
berkategori nomina dan P yang berupa kata atau frasa berkategori nomina. Klausa
nominal, anatar lain, jika :
1. Nomina yang mengisi fungsi S merupakan jenis (spesifik) dari nomina pengsi
fungsi P (generik).
Anjing itu binatang
S P
Kakap itu ikan
S P
2. Nomina yang mengisi fungsi S mempunyainama pada nomina pengsis fungsi P.
Kucing itu si manis
S P
Petani itu Pak Ridwan
S P
3. Nomina pengisi fungsi P adalah profesi (jabatan, pekerjaan) bagi nomina
pengisi fungsi S.
Temanku Pengacara
disana
S P
Dia Jaksa
di kota kecil Surabaya
S P
4. Nomina pengsis fungsi P adalah relasi bagi nomina pengsis S.
Orang yang botak itu paman
saya
S P
Wanita tua di sana nenek
si Komarudin
S P
5. Nomina pengisi fungsi S mempunyai ciri atau sifat khas yang disebutka oleh
nomina pengisi fungsi S.
Ubur-ubur bintang air
S P
Kerata api kendaraan murah
S P
·
Klausa
adjectival
Klausa
adjectival memiliki fungsi wajib S danP. Klausa
adjectival dapat disusun dari fungsi S yang berkategori N dan fungsi P yang
berkategori A. Klausa
adjectival ini
dapat disusun, jika :
1.
Fungsi P yang berkategori adjektival ini
memiliki komponen makna (+keadaan fisik).
Gadis itu tinggi sekali
S P
Rumah beliau cukup besar
S P
2.
Fungsi P berkategori adjektival ini memiliki
komponen makna (+sifat batin)
Mereka itu tidak jujur
S P
Mereka riang
gembira
S P
3.
Fungsi P berkategori adjektival ini memiliki
komponen makna (+perasaaan batin)
Dia cemburu
pada saya
S P
Saya tidak
benci kepadanya
S P
·
Klausa preposisional
Klausa preposisional adalah klausa yang fungsi
P nya diisi oleh frasa preposisional.
Ibu dan ayah ke
pasar
S P
Meraka dari
medan
S P
Klausa preposisional ini lazim digunakan dalam
bahasa ragam lisan dan gama bahasa nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan
diisi oleh sebuah verba dan frasa preposisinya menjadi fungsi keterangan.
Ibu dan ayah pergi ke pasar
S P Ket
Uangnya disimpan di bank
S P Ket
·
Klausa numeral
Klausa numeral adalah klausa yang fungsi P nya
diisi oleh frasa numeral.
Gajinya dua juta
sebulan
S P
Anak Pa Amat lima
orang
S P
Klausa numeral ini lazim digunakan dalam
bahasa ragam lisan dan gama bahasa nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan
diisi oleh sebuah verba dan frasa numeral menjadi fungsi keterangan.
Gajinya ada dua juta sebulan
S P
ket
Anak Pa Amat berjumlah lima orang
S P ket
·
Klausa bebas dan terikat
Klausa-klausa yang disusun di atas adalah
klausa utuh dan bebas. Sebagai klausa utuh. Artinya, fungsi-fungsi sintaksis
yang harus dimilikinya adalah lengkap. Lalu, sebagai klausa bebas, maka kalau
diberi intonasi final akan menjadi sebuah kalimat bebas,kalimat yang dapat
berdiri sendiri, dan tidak terikat pada kalimat lain
Didalam praktik berbahasa klausa- klausa itu
saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain, sehingga ada
kemungkinan adanya klausa yang unsur-unsurnya tidak lengkap, atau menjadi
sebuah klausa yang tidak bebas. Misalnya dalam kalimat :
-Saya akan datang kalau diundang
Kalimat tersebut terdiriari dua buah klausa,
yaitu klausa :
-Saya akan datang
-Kalau di undang
Klausa “saya akan datang” unsur-unsur fungsinya lengkap, dan statusnya
adalah sebuah klausa bebas. Sebaliknya, klausa”kalau diundang” adalah sebuah
klausa yang tidak lengkap karena tidak memiliki fungsi S. Begitu juga,
statusnya adalahsebuah klausa terikat, yakni terikat dengan klausa “saya akan
datang”.
Klausa bebas di dalam sebuah kalimat majemuk subordinatif disebut klausa atasan
dan klausa terikat disebut klausa
bawahan. Di dalam peristilahan tata bahasa tradisional, klausa atasan disebut
induk kalimat, sedangkan klausa bawahan disebut anak kalimat.
Pada tingkat kalimat, sebuah klausa terikat dapat juga menjadi sebuah kalimat,
tetapi berupa kalimat terikat, yaki terikat dengan kalimat bebas lainnya.
Contoh terikat :
Sekarang di Riau sangat sukar mencari terubuk (1). Jangankan telurnya,
ikannya pun sukar diperoleh (2). Kalaupun ada harganya melambung selangit (3).
Makanya ada kecemasan masyarakat di sana bahwa terubuk yang sfesifik itu akan
punah (4).
Wacana tersebut dibangun oleh empat buah kalimat. Kalimat :
(1) Adalah sebuah kalimat bebas, yang tanpa kehadiran kalimat lain dapat
berdiri sendiri
(2) Sedangkat kalimat (@), kalimat (3), dan kalimat (4) adalah kalimat terikat
yang terikat pada kalimat (1).
Kalimat (1) berasal dari sebuah klausa klausa bebas, dan kalimat (2) , (3)
dan (4) berrsal dari klausa terikat.
Pertemuan 4
Pengertian atau Konsep kalimat,
Unsur kalimat, dan Persendian atau jeda dalam kalimat.
Sumber buku
berjudul “Sintaksis Bahasa
Indonesia” dengan penulis Drs. Suhardi, Drs. Suhardi, M.Pd dan Drs. Teguh
Setiawan. Tahun 1997.
Kalimat
·
Kalimat
adalah bentuk gramatikal yang tidak menjadi bagian atau unsur dari bentuk gramatikal
yang lebih besar (Hockett, 1969).
·
Kalimat
adalah satuan bahasa yang secara relative telah dapat berdiri sendiri yang
berpola intonasi akhir dan biasanya berupa klausa (Cook, 1971).
·
Kalimat
adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan, sedang intonasinya
menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap (Keraf, 1991).
·
Kalimat
ialah satuan gramatikal yang dibentuk oleh unsur dasar yang biasanya berupa klausa, partikel penghubung
(jika ada), dan intonasi final (Kentjono, 1982).
·
Kalimat
adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang
disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 1981).
·
Kalimat
memiliki ciri pokok : berupa satuan bahasa (satuan gramatikal atau satuan ujaran), secara
relatif dapat berdiri sendiri, dibatasi oleh kesenyapan awal dan kesenyapan
akhir, dan memiliki pola intonasi akhir atau selesai atau final.
·
Contoh :
(1)
Pergi! (perintah)
(2)
Buku saya. (jawaban atas pertanyaan “Buku
milik siapa ini?”)
(3)
Anak itu sangat rajin (berita)
(4)
Para siswa memberishkan ruang kelas (berita)
(5)
Ketika orang tuaku datang, saya sedang mandi.
Contoh (1) sampai dengan (5) adalah kalimat
yang telah dapat ditangkap maknanya secara lengkap sesuai dengan konteks yang
dimasuki. Apabila dilihat dari segi segmentalnya saja, kalimat (1) berupa kata, kalimat (2) berupa frasa, kalimat (3) (4) (5) berupa klausa. Kalimat
(3) (4) masing-masing terdiri dari satu klausa, sedangkan kalimat (5) terdiri
dari dua klausa.
·
Kalimat adalah satuan gramatikal (ujaran) yang
dibatasi oleh kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang berupa intonasi final.
Hal ini menunjukan bahwa kalimat itu dapat secara relatif telah dapat berdiri
sendiri dan bentuknya dapat berupa kata, frasa dan klausa.
·
Jadi, kalimat adalah satuan gramatik yang
terdiri atas klausa-klausa dan miliki unsur subjek, predikat disertai objek,
pelengkap dan keterangan.
Unsur kalimat
Berdasarkan batasan kalimat, setiap kalimat terdiri dari dua unsur yaitu
unsur segmental dan unsur suprasegmetal.
·
Unsur segmental dalam kalimat adalah unsur
yang berupa satuan-satuan bahasa yang biasanya berbentuk kata, frasa, dan
klausa. Dalam bntuk tersebut otomatis harus terkandung makna sehingga antara
bentuk dan makna merupakan komposit yang tidak dapat dipisahkan.
·
Unsur suprasegmental atau prosodi dalah unsur
yang berupa gejala ucapan yang menonjol ketika bunyi-bunyi ujaran dihasilkan
(Sulaiman, 1974). Unsur suprasegmental itu biasanya berupa tekanan, nada,
panjang atau pendek, jeda, dan intonasi terminal/final.
Persendian
·
Samsuri. (1978) menyebutkan bahwa persendian
ada empat jenis, yaitu sendi tambah (+), sendi tunggal (/), sendirangkap (//)
dan sendi silang rangkap (#). Sendi tambah menandai jeda (jedah) dalam kata,
sedangkan sendi-sendi yang lain menandai jeda di luar kata. Setiap sendi
tersebt memiliki potensi panjang pendek yang tidak sama. Sendi tambah paling
pendek, sendi tunggal agak panjang, sendi rangkap lebih panjang lagi, dan v
silang rangkap paling panjang. Sendi rangkap dan sendi silang rangkap dapat
lebih panjang jika satuan bahasa yang dinyatakan menggambarkan keraguan
terhadap pembicara.
·
Contoh :
(1)
‘kemeja’
Jika digunakan sendi tambah dalam kata tersebut /ke+me+ja/ pengertiannya
adalah ‘sejenis baju’. Apabila digunakan sendi campuran , yakni sendi tunggal
dan sendi tambah sehingga menjadi /ke/me+ja/, pengertiannya adalah ’menuju
meja’.
(2) ‘ini terang bulan’
Satuan bahasa ‘ini terang bulan’
dapat mengandung dua pengertian apabila did alamnya dikenakan dua persendian.
Misalnya urutan #ini//terang//buklan# berarti berurusan dengan “bulan”,
sedangkan urutan #ini//terang/bulan# berarti berurusan dengan “terang-bulan
(sejenis kain)”.
23 2 3 11
#ini //terang//bulan#
23 22 31
#ini//terang/bulan#
·
Dalam
pemakaian bahasa secara lisan penanda sendi-sendi tersebut terlihat dalm bentuk
satuan-satuan ujaran berupa penggalan-penggalan ucapan, sedangkan dalam bahasa
tulis sendi tambah dapat diwakili oleh suku-suku kata, sendi
tunggal dinyatakan dalam bentuk ruang kosong atau spasi, sendi rangkap dinyatakan dalm bentuk tanda baca, seperti koma, titik dua, titik
koma, atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk tertentu, dan sendisilang
rangkap dinyatakan dalam bentuk tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda
seru (!). tanda titik, tanda tanya, tanda seru sepadan dengan intonasi
akhir/final. Sedangkan bentuk tanda baca yang lain sepadan dengan jeda. Adapun
kesenyapan diwujudkan sebagai ruang kosong setelah tanda titik, tanda tanya,
dan tanda seru/perintah atau ruang kosong sebelum huruf kapital awal
kalimat.dalam bahsa tertulis, alunan nada tidak memiliki padanan.
·
Sendi silang rangkap sebagai tanda jeda yang paling
panjang dapat disertai nada naik atau nada turun. Untuk mempermudah pemahaman
terhadap kedua jenis sendi silang rangkap tersebut, dapat ditambahkan
tanda anak panagpada bagian atas untuk tada naik (#)dan pada bagian bawah untuk
nada turun (#).
Contoh :
(1) 2 2 2 3 3 1
#anak itu pandai# (kalimat berita)
(2) 2 2 2 3 3 1
#anak itu pandai# (kalimat tanya)
· Penetuan pola suprasegmental dalam bahasa Indonesia atas dasar pola yang
terjadi pada kata-kata. Kosakata bahasa Indonesia ada yang terdiri dari dua
suku kata dan ada yanglebih dari dua suku kata. Oleh sebab itu pola
suprasegmental bervariasi.
Contoh :
(1) #31# #23#
Nama jemu
Kuda mesra
(2) #231# #321# #223#
Rumahku bangunlah karena
Budaya bahtera kehendak
(3) #2231# #22231# #22223#
Menulis menasehati mengetengahkan
Menemukan memperbaharui mempergunjingkan
·
Dalam bahsa Indonesia suprasegmentalkalimat
hanya meliputi nada, jeda atau persendian, dan intonasi akhir. Oleh sebab itu,
betapun panjangnya sebuah kalimat, ciri suprasegmentalnya dengan mudah dapat
diinterpretasikan. Kaliamt-kalimat panjang sekalipun dalam bahasa Indonesia
selalu berpangkal pada pola/ciri suprasegmental kalimat-kalimat inti/dasar.
Oleh karena ada kalimat inti, kalimat perubahan, dan kalimat panjang/luas, pola
suprasegmental kalimat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pola supra
segmental inti dan pola supra segmental tambahan. Dengan demikian, pola
suprasegmental kalimat bahsa Indonesia dapat berupa pola suprasegemental inti,
pola suprasegmental inti + pola suprasegmental inti, pola suprasegmental inti +
pola suprasegmental tambahan, atau gabungan anatara ketiga pola suprasegmental
tersebut.
·
Pola suprasegmental kalimat berita dalam
bahasa Indonesia, meliputi (1) pola suprasegmental kalimat berita (2) pola
suprasegmental kalimat tanya, dan (3) pola suprasegmental kalimat seru, baik
berupa sapaan, harapan, penyesalan, maupun larangan.
·
Pola suprasegmental kalimat berita dalam bahsa
Indonesia adalah #23//(2) 31#, misalnya pada kalimat “kami belajar.”
Kemungkinan variasi lain disebabkan oleh jumlah suku kata atau jumlah kata yang
mengisi fungsi subjek dan predikat. Variasi tersebut biasanya denganpenambahan
nada @ sebelum nada naik.
Contoh :
#23//(2)31#
Saya bekerja
#223//22231#
Mereka bepergian
#2223//2231#
Anak itu akan datang
·
Pada kalimat tanya agak sukar dikenal
ciri/pola suprasegmental inti atau dasarnya apabila hanya akan dilihat pola
suprasegmental kalimat intitunggalnya. Dalam bahsa Indonesia ciri
suprasegmental kalimat tanya yang paling jelas adalah intonasi akhir menaik.
Namun sering pula digunakan untuk intonasi akhir berita.
·
Struktur kalimat tanya inti dalam bahasa Indonesia
yang paling umum adalahsusunan inversi dan biasanya unsur yang mengisi fungsi
predikat berpartikel kah (salah satu ciri pertanyaan). Dengan demikian,
polanada predikat // (2) 31# pada akhir kalimat berubah menjadi #(2) 32//.
Demikian pula polanada subjek #(2)32// berubah menjadi //(2)21# karena
berposisi pada akhir kalimat.
Contoh :
#232//(2) 21#
Apakah ia pergi? (intonasi menurun)
#232//22 232#
Mereka telah bekerja? (intonasi menaik)
·
pola suprasegmental inti kalimat perintah
sangat relatif karena nada 2 sebelum nada 3 kemungkinan dapat diperbanyak
bergantung jumlah suku kata atau kata yang membentuknya. Misalnya, pola #231#
dapat dikembangkan menjadi #2231# dan seterusnya. Demikian pula pola #221#
dapat dikembangkan menjdai #222221# dan seterusnya.
Contoh :
#232/(2) 21#
Senanglah mereka! (seruan)
#(2) 23// (2) 2321#
Sebaiknya kau tidak pergi! (anjuran)
#22 (2) 31#
Jangan masuk! (larangan)
·
Sebenarnya pola suprasegmental kalimat tersebut
sama dengan kalimat anjuran. Hanya saja nada 2 pada kalimat anjuran yang
relatif panjang terdapat jeda, sedangkan pada kalimat larangan tidak ada.
Sumber buku berjudul “Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi” dengan penulis Dr R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Tahun 2009.
·
Kalimat
satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai intonsi akhir, dan secara
aktual dan potensial terdiri atas dua klausa.
·
Unsur kalimat :
1. Subjek
Unsur pembentuk kalimat yang harus disebut pertama adalah
subjek. Dalam kalimat, subjek tidak selalu terdapat di depan subjek.
Adakalanya, subjek itu terletak di belakang predikat terutama sekali untuk
kalimat yang berdiatesis pasif. Seperti telah disebutkan, ada beberapa cara
yang didapatkan digunakan untuk mengetahui keberadaan subjek kalimat.
Cara yang pertama adalah dengan mempergunakan pertanyaan,
siapa + yang + predikat apabila subjek ituadalah subjek orang, atau apa + yang
+ predikat bilamana yang menjadi subjek itu bukan orang. Bahwa subjek tidak
selalu terletak di depan predikat.
Contoh : Adik sedang belajar.
Dengan menerapkan formula di atas, maka lalu
pertanyaannya adalah ‘siapa yang sedang belajar?’ jawabannya dalah adik. Subjek
kalimat di atas adalah adik.
Sebuah subjek kalimat juga dapat ditemukan dari ciri
ketakrifannya. Adapun yang dimaksud dengan ketakrifan adalah kepastian.
Bentuk-bentuk kebahasaan tertentu yang belum pasti sifatnya harus dibuat pasti
dengan cara menambahkan kata ‘itu’ atau ‘ini’ atau ‘tersebut’. Bentuk
kebahasaan seperti ‘tulisan’ atau ‘karangan’ bersifat tidak pasti, maka untuk
menjadi subjek harus dibuat takrif menjadi, ‘tulisan itu’, ‘karangan tersebut’,
‘tulisan tersebut’, ‘karangan itu’.
Contoh
: Karangan itu tidak baik.
Subjek
kalimat di atas pasti ‘karangan itu’. Tanpa harus menerapkan formula pertanyaan
seperti yang disebutkan di bagian depan tadi, kita sudah dapat mengidentifikasi
subjek kalimatnya.
Subjek
kalimat juga dapat didahului oleh kata ‘bahwa’. Bilamana sebuah kalimat itu
merupakan kalimat pasif, maka bagian yang diawali dengan kata ‘bahwa’ itu
adalah unsure subjeknya.
Contoh
: Bahwa persoalan itu tidak muda, telah diketahui oleh para mahasiswa
sebelumnya.
Subjek
kalimat diatasitu tentu dalah ‘bahwa persoalan itu tidak mudah’. Demikian pula
apabila unsur-unsur yang diawali dengan ‘bahwa’ itu terletak dibelakang.
Penanda lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
subjek kalimat adalah adanya penghubung pewatas ‘yang’. Bagian yang menjadi subjek kalimat
dapat juga ditandai dengan ‘yang’ kemudian diikuti keterangan subjek itu.
Contoh : Anak yang nakal itu menangis tidak
henti-hentinya dari tadi.
Bentuk kebahasaan yang berbunyi, ‘anak yang nakal itu’
adalah subjek dari kalimat itu.
2. Predikat
Perdikat
memiliki karakter yang tidak sama dengan subjek. Akan tetapi, kejatian sebuah
subjek menjadi jelas juga karena ada subjek kalimatnya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sesungguhnya subjek dan predikat kalimat itu sama-sama menjadi
unsure pokok dalam kalimat.
Cara
yang paling mudah untuk mengidentifikasi predikat kalimat adalah dengan
menggunakan formula pertanyaan ‘bagaimana’ atau ‘mengapa’. Bilamana
dicermati dari dimensi maknanya, bagian
kalimat yang memberikan informasi ihwal pertanyaan ‘bagaimana’ dan ‘menagapa’
adalah predikat itu.
Contoh
: Vendi
menangis tersedu-sedu.
Predikat kalimat itu dipastikan ‘menangis
tersedu-sedu’ karena unsure itu memberikan jawaban atas pertanyaan ‘bagaimana
Vendi’ atau ‘mengapa Vendi’. Jadi, karena subjek kalimat sudah diketahui cara
mengidentifikasinya pada bagian terdahulu, sekarang unsure pokok kaliamat itu
dapat diperantikan untuk mengetahui keberadaan predikat.
Predikat
kalimat juga dapat diidentifakasi dengan cara mencari kata ‘adalah’ atau
‘ialah’ didalamnya. Lazimny, kata ‘adalah’ atau ‘ialah’ digunakan sebagai
predikat pada kata nominal. Adapun yang
dimaksud dengan kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya bukan
verba ataukata kerja.
Contoh
: Jumlah
korban gempa Sumatra adalah sekitar seribu orang.
Pada
kalimat yang tidak memiliki verba sebagai predikat seperti di atas itu kata
‘adalah’ atau ‘ialah’ berfungsi sebagai predikatnya. Jadi, mudah sekali
menemukan predikat pada kalimat nominal itu.
Cara
lain untuk mengidentifkasi predikat kalimat adalah dengan cara menegasikannya.
Predikat kalimat yang berupa kata kerja dan kata sifat dapat dinegasikan dengan
kata ‘tidak’. Akan tetapi, jika predikat kalimat itu nominan atau kata benda,
penegasian itu dilakukan dengan menggunakan ‘bukan’.
Contoh
: Di
kampus itut idak dikenal lagi kecurangan
yang berupa penyontekan.
Ciri lain dari predikat kalimat adalah bahwa verba dan
adjektiva yang menjadi predikat itu dapat diawali oleh kata-kata penunjuk aspek
dan modulitas seperti ‘telah, sudah,
belum, sedang, akan, ingin, hendak, mau’. Dengan demikian, predikat kalimat itu adalah bagian yang menyertai kata-kata aspek dan modalitas yang
disebutkan .
Contoh : Para peserta seminar sudah mendaftarkan diri
di bagian admisi.
3. Objek
Objek
kalimat berlawanan dengan subjek kalimat. Tempatnya juga hamppir berlawanan di
dalam kalimat. Objek kalimat hanya dimungkinkan hadir apabila predikat kalimat
tersebut merupakan verba atau kata kerja yang sifatnya aktif transitif.
Dapat
dikatakan pula bahwa objek kalimat itu tidak akan hadir di dalam kalimat
apabila (1) tidak terdapat dalam kalimat pasif (2) kalimat itu merupakan
kalimat dengan verba intransitive. Jadi, objek kalimat itu mutlak hadir pada kalimat yang memiliki verba aktif transistif, lazimnya berawalan ‘me-‘.
Bentuk-bentuk verba yang berawalan ‘ber-‘ dan berafiks ‘ke-an’ hampir pasti
tidak menuntut kehadiran objek.
Contoh : Vendi mendapat hadiah.
Unsur ‘hadiah’ pada kalimat di atas adalah objeknya. Alasannya, dia hadir
setelah verba berawalan ‘me-‘. Jadi, verba itu bersifat aktif transistif. Akan
tetapi, pada kalimat-kalimat berikut ni, objek kalimat itu tidak dapat ditemukan. Alasannya, di
dalam kalimat- kalimat ini tidak mengandung verba aktif transistif.
Bukunya bernilai sangat tinggi.
Ciri lain dari objek kalimat adalah bahwa bentuk kebahasaan itu selalu
terletak dibelakang predikat. Jadi, selain hadir dalam kalimat aktif transistif, objek kalimat juga hadir langsung dibelakang predikat kalimat.
Dalam struktur kalimat dasar, yakni kalimat denga pola S-P-O dan dalam pola kalimat
berpola P-O-S, sangat jelas kelihatan bahwa objek kalimat itu tidak pernah
mendahului predikatnya.
Contoh :
(1) Vendi
mendapatkan penghargaan dari sekolahnya
(2) Mendapatkan penghargaan dari sekolahnya
Vendi pada tahun ini
Bahwa pada kalimat berstruktur biasa seperti (1) dan pada kalimat berstruktur tidak biasa (2), objek kalimat ‘penghargaan’ ternyata selalu terdapat dibelakang predikat.
Ciri selanjutnya dari sebuah objek kalimat adalah bahwa
bentuk kebahasaan itu dapat menjadi subjek di dalam kalimat pasif.
Contoh :
(1) vendi mendapatkan penghargaan besar itu
(2) penghargaan besar itu didapatkan oleh
Vandi
Pada kalimat (1) yang merupakan kalimat aktif transisitf itu, unsur ‘penghargaan besar itu’ merupakan objek kalimat. Ketika kalimat itu diubah menjadi kalimat pasif, maka objek kalimat pada kalimat diatas itu dapat beralih fungsi menjadi subjek pada kalimat (2). Satu
yang harus diingat bahwa sekalipun bentuk itu dapat berubah menjadi ‘subjek’,
subjek itu tetap saja menjadi sasaran, bukan sebagai pelaku seperti pada
subjek-subjek pada kalimat aktif. Dengan demikian dapat diidentifikasi adanya
dua macam subjek dengan pembuktian kalimat diatas, yakni subjek yangmerupakan sasaran
dan subjek yang merupakan pelaku di dalam kalimat.
Ciri selanjutnya dari sebuah subjek kalimat adalah bahwa bentuk kebahasaan itu tidak dapat diawali dengan preposisi
atau kata depan.
Contoh : Kunjana menulis surat.
Jadi, antara predikat ‘menulis’ dan objek ‘surat’ itu
tidak perlu ada preposisi atau kata depan yang menyelanya.
4. Pelengkap
Pelengkap sering dikacaukan pemahamannya
dengan objek kalimat. Dalam kalimat pasif, pelengkap tidak dapat menempati fungsi
objek. Pada posisi yang sama, objek dapat menempatinya. Maka inilah
sesungguhnya perbedaan mendasar anatara objek dan pelengkap.
Selain perbedaan yang mendasar itu, memang
terdapat kesamaan anatara objek kalimat dan pelengkap. Kesamaan itu adalah bahwa (1)
dua-duanya harus hadir untuk melengkapi kata kerja dalam kalimat, (2)
dua-duanya menempati posisi dibelakang kalimat preposisiatau kata depan, (3)
dua-duanyanmenempati preposisi dibelakang kalimat.
Contoh :
(1) Ibu memberi saya baju baru
(2) Ayah membelikan saya baju baru
Pada kedua kalimat diatas tampak jelasbahwa bentuk ‘baju baru’
adalah pelengkap kalimat tersebut. Akan tetapi, pada kalimat berikut, bentuk kebahasaan yang baru ternyata dapat memiliki fungsi yang
tidak sama.
(3) Vendi berjualan buku cerita
(4) Vendi menjual buku cerita
Disinilah kelihatan perbedaan anatara objek dan pelengkap
di dalam kalimat. Pada kalimat (3) bentuk ‘buku cerita’ adalah pelengkap.
Bentuk kebahasaaan itu melengkapi verba, yang kebetulan berciri aktif
intransitif. Sebaliknya di dalam kalimat (4) bentuk ‘buku cerita’ adalah objek kalimat. Dikatakan sebagai objek karena bentuk kebahasaan itu melengkapi verba
atau kata kerja didalam kalimat itu tetapi verba itu bersifat transitif.
Ciri lain yang juga menunjukan bahwa bentuk kebahasaan
itu adalah sebuah pelengkap, bukan objek kalimat adalah bahwa verba yang
mendahuluinya merupakan verba berawalan ‘ber-‘ seperti ditunjukkan di depan
itu. Selain itu, bentuk-bentuk berafiks ‘ke-an’ seperti ‘kehilangan’,
’kedatanagan’, ‘kemasukan’, ‘kecopetan’, juga selalu diikuti pelengkap.
5. Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat ytang sifatnya tiak wajib hadir. Berbeda
dengan subjek, predikat, objek dan pelengkap yang sifatnya wajib hadir,
keterangan siafatnya maan suka. Dengan tanpa kehadiran keterangan itu, kalimat tetap saja berciri gramatikal. Maka, keterangan kaliamat itu sesungguhnya
dapat disebut sebagai unsur luaran atau unsur periferal. Adapun fungsinya
adalah untuk menumbuhkan informasi pada kalimat itu. Informsiyang hendak
ditambahkan itu adalah tempat, waktu,cara, syarat, sebab, tujuan, da
sebagainya.
Ciri lain yang membedakan keterangan dengan unsur-unsur
kalimat yang lain sebagaimana yang sudah ditunjukkan di depan tadi adalah bahwa
keterangan itu didahului atau diawali oleh preposisi ataukata depan. Kalau
subjek,objek, dan pelengkap kalimat itu dilarang keras diawali oleh preposisi,
keterangan justru sebaliknya diawali peposisi atau kata depan. Dengan perkataan
lain, posisi dari keterangan itu cenderung lebih bebas, tidak terikat.
Contoh :
(1) Kemarin, adik pergi ke jakarta
(2) Adik pergi ke jakarta kemarin
(3) Adik, kemarin, pergi ke jakarta
Dari sisi perannya didalam kalimat, keterangan itu apat
dibedakan menjadi bermacam-macam. Dapat disebutkan, misalnya, keterangan waktu,
keterangan tempat, keterangan tujuan, keterangan cara, keterangan pewatas,
keterangan tambahan, keterangan aposisi. Satu jenis keterangan yang sangat
perlu dicatat dan harus diperhatikan disini adalah keterangan ap[osisi.
Dalam penulisannya, keterangan yang merupakan aposisi itu
dapat diwujudkan dengan tiga cara, yakni pengapitan tanda kurung, dengan
pengapitan tanda koma, pengapitan tanda pisah.
Contoh :
(1) Dosen yang baru-Bapak Kunjana Rahardi-sekarang sedang
berada di Jakarta.
(2) Dosen yang baru (Bapak Kunjana Rahardi) sekarang sedang berada di Jakarta.
(3) Dosen yang baru, Bapak Kunjana Rahardi, sekarang sedang berada di Jakarta.
Pertemuan
5
Pengertian fungtor, jenis dan ciri-ciri
fungtor kalimat
·
Fungsi Kalimat
Di dalam sebuah kalimat, unsur-unsur pembentuk kalimat menduduki fungsi
tertentu. Fungsi di dalam kalimat terdiri atas :
1.
Subjek
Subjek atau pokok kalimat adalah bagian kalimat yang menjadi dasar
kalimat sehingga menjadi bagian yang penting sebagai pangkal pembicaraan.
Umumnya subjek terdapat di awal kalimat, mendahului predikat. Adapun kelas kata
yang mengisi subjek biasanya berupa frasa benda atau kata kerja.
Contoh : Rika senang main tenis meja.
S
Berenang adalah kesukaannya.
S
2.
Predikat
Predikat ialah bagian kalimat yang memberi penjelasan tentang
subjek. Posisi predikat langsung mengikuti subjek. Kelas kata yang mengisi
predikat pada umumnya berupa kata kerja. Namun, adapula yang ditempati oleh
kata sifat, kata benda atau frasa preposisional.
Contoh : Adik menangis sangat keras.
P
Ayahnya sedang sakit.
P
3.
Objek dan Pelengkap
Objek dan pelengkap letaknya langsung mengikuti predikat. Kelas
kata yang mengisi objek dan pelengkap dapat berupa nomina atau frasa nominal,
adjektiva atau frasa adjektival, verba atau frasa verbal.
Contoh
: Ayah menanam jagung manis.
O
Pak Karsa beternak lele.
Pel
Ia ketahuan sedang
mencuri.
Pel
Ibu menjahit baju.
O
Objek dan
pelengkap sering kali dianggap sama. Namun sebenarnya, ada perbedaan, ada
perbedaan yang sangat jelas di antara keduanya. Perhatikan tabel berikut :
Objek
|
Pelengkap
|
Berwujud
nomina atau nominal.
Contoh :
Kakak memasak
sayur asam.
|
Berwujud
nomina, verba atau adjektiva.
Contoh :
Seorang ibu
kehilangan anaknya. (nomina)
Penjahat itu
tertangkap basah sedang mencuri. (Verba)
Rumahnya
bercat coklat. (adjektiva).
|
Posisinya
langsung mengikuti predikat.
Contoh :
Dino memukul
Anto.
P O
|
Posisinya
berada di belakang verba transitif dan dwitransitif. Selain itu, dapat pula
diikuti preposisi.
Contoh :
Nata membelikan
Noto sebuah buku.
P O Pel
|
Menjadi
subjek akibat penafsiran kalimat.
Contoh :
Tatan
memotong rumput.(Aktif)
O
Rumput
dipotong Tatan. (Pasif)
S
|
Tidak dapat
menjadi subjek akibat penafsiran kalimat.
Contoh :
Ida beternak ayam.
Pel
Ayam beternak
Ida. (?)
|
Dapat diganti
dengan pronominal –nya.
Contoh :
Nova
merindukan Piter.
O
Nova
merindukannya.
|
Tidak dapat
diganti dengan –nya kecuali didahului oleh preposisi.
Contoh :
Malam yang
indah bertaburkan bintang.
Pel
Malam yang
indah bertaburkannya. (?)
|
4.
Keterangan
Keterangan adalah unsur yang berfungsi menerangkan keseluruhan
unsur dalam kalimat. Ada ciri khusus yang dimiliki keterangan, yaitu :
a.
Keberadaannya
bersifat manasuka.
Contoh : Tito membeli bunga
di toko bunga
Tito membeli
bunga.
b.
Letaknya
bebas
Contoh : Ika menangis di
kamar.
Di kamar Ika menangis.
Ika di kamar
menangis.
c.
Umumnya
didahului oleh kata depan di, ke, dari, ketika, dan tentang.
Keterangan terdiri atas beberapa jenis, yaitu :
1)
Keterangan
Tempat, adalah keterangan yang menyatakan tempat suatu peristiwa atau keadaan.
Keterangan tempat ditandai pemakaian kata depan di, ke, dari, sampai, dan pada.
2)
Keterangan
Waktu, adalah keterangan yang menyatakan waktu suatu kejadian. Keterangan waktu
ditandai dengan pemakaian kata dasar, frasa nominal, dan frasa preposisional.
3)
Keterangan
Alat, adalah keterangan yang menyatakan ada tidaknya alat yang digunakan dalam
suatu perbuatan. Keterangan alat ditandai dengan pemakaian kata depan dengan
dan tanpa.
4)
Keterangan
Cara, adalah keterangan yang menyatakan cara terjadinya suatu peristiwa.
Keterangan cara ditandai dengan pemakaian kata depan dengan atau secara.
Namun adapula yang tidak memakai kata depan.
5)
Keterangan
Tujuan, adalah keterangan yang menyatakan tujuan suatu perbuatan. Keterangan
tujuan ditandai dengan kata demi, bagi, agar, suapaya, guna, untuk dan buat.
6)
Keterangan
Penyerta,
7)
Keterangan
Perbandingan
8)
Keterangan
Penyebaban
9)
Keterangan
Kesalingan
Sumber buku berjudul “Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan
Proses) dengan penulis Abdul Chaer. Tahun 2009.
Penyusunan kalimat deklaratif,
interogatif, imperative dan interjektif.
·
Kalimat
deklaratif adalah kalimat yang isinya menyampaikan pernyataan yang ditujukan
kepada oranglain. Kalimat deklaratif ini tidak memerlukan jawaban baik secara
lisan maupun dengan tindakan. Namun bisa saja diberikan komentar oleh pendengar
bila dianggap perlu.
·
Kalimat
deklaratif diucapkan oleh seseorang kepada orang lain untuk menyatakan sesuatu.
·
Dilihat dari
maksud penggunaannya, kalimat deklaratif ini dapat dibedakan menjadi :
1.
Hanya untuk
menyampaikan informasi factual berkenaan dengan alam sekitar atau pengalaman
tertentu.
Contoh
: Ibu doesen kami masih muda
2.
Untuk menyatakan
keputusan atau penilaian
Contoh
: sebaiknya hubungan kita sampai di sini saja
3.
Untuk menyatakan
perjanjian, peringatan, nasihat, dan sebagainya
Contoh
: besok kita harus bicarakan lagi masalah ini
4.
Untuk menyatakan
ucapan selamat ata suatu keberhasilan atau ucapan prihatin atas suatu
kemalangan.
Contoh
: saya mengucapkan selamat atas keberhasilan ANda mencapai gelar professor
5.
Untuk member
penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang
Contoh
: saya jelaskan kepada anda bahwa dia tidak bersalah.
·
Kalimat
interogatif adalah kalimat yang mengharapkan adanyajawaban secara verbal.
Jawaban ini dapat berupa pengakuan, keterangan, alsan atau pendapat dari pihak
pendengar atau pembaca.
Contoh : siapa namamu?
·
Dilihat dari
reaksi jawaban yang diberikan dibedakan menjadi :
1. Kalimat
interogatif yang meminta pengakuan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, atau ‘ya’ atau
‘bukan’
Contoh
:
Pejabat
itu ditahan KPK?
Apakah
pejabat itu ditahan KPK?
Gelapkah
ruangan itu?
2. Kalimat
interogatif yang meminta keterangan yang mengenai salah satu unsur (fungsi)
kalimat. Kalimat interogatif yang meminta jawabn mengenai salah satu unsure
kalimat dibentuk dengan bantuan kata tanya (apa, siapa, mana, berapa dan kapan)
sesuai dengan bagian mana dari kalimat yang ditanyakan.
Contoh
:
Apa
isi peti itu?
Siapa
nama gadis itu?
Mana
Pak Lurah?
Di
mana dia tinggal?
Berapa
harganya?
Kapan
kamu menikah?
Sejak
kapan kamu memakai kacamata?
3. Kalimat
intergatif yang meimnta alasan. Kalimat interogatif yang meminta jawaban berupa
‘alasan’ dibentuk dengan bantuan kata tanya mengapa atau kenapa.
Contoh
:
Mengapa
kamu sering terlambat?
Karena
rumah saya jauh
4. Kalimat
interogatif yang meminta pendapat atau buah pikiran orang lain. Kalimat
interogatif yang meminta jawaban berupa pendapat (mengenai hal yang dinyatakan)
dibentuk dengan bantuan kata taya bagiamana.
Contoh
:
Bagaimana
cara mengangkat batu sebesar itu?
Ditarik
beramai-ramai
5. Kalimat
interogatif yang menyugguhkan, sebenarnya mengharapkan jawaban untuk menguatkan
yang dinyatakan. Oleh karena itu, jawaban yang diharapkan adalah ‘ya’ atau
‘betul’, meskipun secara eksplisist kata ‘ya’ atau ‘betul’ itu tidak diucapkan.
Contoh
:
Kamu
sudah punya anak, bukan?
Jangankan
punya anak, kawin saja belum
·
Kalimat
imperative adalah kalimat yang meminta pendengar atau pembaca melakukan suatu
tindakan. Kalimat imperative ini dapat berupa kalimatperintah, kalimat
himbauan, dan kalimat larangan.
1. Kalimat
perintah
Ø Kalimat
perintah yang tegas dibentuk dari sebuah klausa tidak lengkap, biasanya hanya
berupa verba dasar, disertai dengan intonasi kalimat perintah. Dalam intonasi
ini diganti dengan tanda seru (!).
Contoh
: bersihkan!
Ø
Kalimat imperative yang biasa dibentuk dari
sebuah klausa berpredikat verba yang diberi partikel
–lah,
serta dengan menanggalkan subjeknya.
Contoh
: jagalah kebersihan!
Ø
Kalimat imperatif yang halus, sopan, dibentuk dengan
menggunakan kata-kata tertentu yang menunjukkan tingkat kesopanannya. Kata-kata
tersebut adalah mohon,harap, tolong, minta, silakan, sebaiknya dan hendaknya.
Contoh : tolong sampaikan salam kami kepadanya.
Dapatkan anda menungggu sebentar di sini?
2.
Kalimat larangan mengharapkan jawaban berupa tidak
melakukan sesuatu yang disebutkan dalam kalimat itu. Oleh karena itu, dalam kalimat larangan ini
digunakan kata-kata pencegahan, seperti kata jangan, dilarang, tidak boleh, dan
gabungan kata sebaiknya..tidak, sebaiknya..jangan, hendaknya...tidak, dan
mohon...tidak. Sama halnya dengan kalimat perintah, kalimat larangan ada yang
tegas, yang biasa, dan yang halus atau sopan.
Contoh : dilarang merokok!
Kalian jangan pergi dulu!
Sebaiknya kamu tidak duduk di sini
3.
Kalimat interjektif adalah kalimat untuk menyatakan
emosi, seperti karena kagum,kaget, terkejut, takjub, heran, marah, sedih,
gemas, kecewa, tidak suka dan sebagainya.
Kalimat interjektif disusun dari sebuah klausa diawali dengan kata
seru,seperti wah, nah, aduuh, ah, hah, alangkah, dan sebagainya.
Contoh : “Hih seramnya” kata anak itu ketakutan
“Aduh, sakitnya bukan main!” keluh anak itu
Penyusunan kalimat pasif, kalimat negatif, dan kalimat
tak langsung
·
Kalimat pasif lazim didikotomikan dengan istilah kalimat
aktif, karena lazim dibicarakan bahwa kalimat pasif itu dibentuk dari kalimat
aktif. Tapi, tidak semua kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif.
·
Kalimat aktif yang dapat diubah menjadi kalimat pasif
adalah kaliamt aktif yang fungsi predikatnya diisi oleh verba transitif, yaitu
verba yang memiliki komponen makna (+tindakan) dan (+sasaran) atau (+hasil). Secara
formal klausa atau kalimat
yang predikatnya berupa verba transitif ini akan diikuti oleh sebuah objek,
yang berperan sebagai sasaran maupun sebagai hasil tindakan. Verba transitif
ini secara morfologi ditandai dengan adanya prefix me- inflektif.
Contoh
:
nenek
membaca komik
S P O
Keterangan
:
Nenek
= subjek, nomina, pelaku
Membaca=
predikat, verba transitif, tindakan
Komik=
objek, nomina, sasaran
Kakek
menulis surat
S P O
Keterangan
:
Kakek
= subjek, nomina, pelaku
Menulis
= predikat, verba transistif, tindakan
Surat
= objek, nomina, hasil
Beda
komik sebagaiobjek pada kalimat
pertama dengan surat sebagai objek pada kalimat kedua adalah bahwa komik berperan sebagai sasaran
tindakan membaca, sedangkan surat adalah hasil dari tindakan menulis.
·
Proses
penyusunan kalimat
pasif
Pertama,
memindahkan objek kalimat
aktif menjadi subjek dalam kalimat
pasif. Kedua, memindahkan subjek kalimat
aktif menjadi objek kalimat pasif, mengubah bentuk verba dari berprefiks me-
menjadi vrba berprefiks di-. Lalu terakhir menempatkan preposisi oleh sebagai
penanda pelaku secara opsional diantara predikat dan objek pelaku.
S
|
P
|
O
|
V-
me-
|


S
|
P
|
O
|
V-
di-
|
Dengan demikian
kalau kalimat aktif Nenek membaca komik akan dipasifkan terjadi preoses sebagai
berikut.
Nenek
membaca komik


Komik dibaca (oleh) nenek
S P (v di-) O
·
Kalimat negative
biasanaya didikotomikan dengan jumlah kalimat positif. Semua
kalimat dasar, yang dibuat dari klausa dasar, adalah kalimat positif. Jadi,
kalimat negarif dibentuk dari kalimat klausa) positif dengan cara menambahkan
kata-kata negasi atau kata sangkala ke dalam kalusa (kalimat) dasar itu.
·
Kata-kata sangkalan atau kata-kata untuk membentuk kalimat
negatif dari kalimat positif adalah kata tidak atautak, bukan, tiada, dan
tanpa. Secara umum kata tidak atau tak digunakan dalam membentuk kalimat verbal
negatif dan kalimat ajktifal negatif. Sedangkan kata bukan untuk menegatifkan kalimat
nominal, kata tiada dan tanpa digunakan untuk menegatifkan kalimat atau bagian
kalimat verbal, ajektifal dan juga nominal.
Contoh :
1. Kata penyangkal
tidak :
Ø Mereka tidak datang
(perbuatan, tindakan, atau kejadian)
Ø Anak itu tidak
pandai (sifat, bentuk, usia, dsb)
Ø Tidak besar, tidak
kecil, semua diambilnya (memiliki perbuatan
atau sifat yang sama)
2. Kata penyangkal
bukan :
Ø Dia bukan kakak
saya (untuk menyangkal keberadaan maujud nomina)
Ø Mereka bukan
menganiaya, melainkan dianiaya (digunakan dimuka verba yang disertai dengan
perbaikannya)
Ø Yang diperlukan
bukan dua orang, tetapi lima orang (untuk menyangkal jumlah yang disertai perbaikanya)
3. Kata penyangkal
tanpa
Ø Tanpa dibacanya
dulu surat itu langsung dirobeknya (digunakan untuk menyangkal tindakan dan menyangkal
maujud sebuah kalimat negatif)
4. Kata penyangkal
tiada :
Ø Tiada uang tentu
tiada barang (digunakan untuk menyangkal tindakan atau perbuatan dan juga
menyangkal maujud dalam sebuah kalimat negatif.)
·
Kalimat tak langsung lazim didikotomikan dengan kalimatlangsung
karena kalimat tak langsung ini adalah ubahan dari kalimat langsung. Masalah
ini lazim dibicarakan dalam pendidikan formal dan dalam praktik berbahasa pun
lazim digunakan.
Contoh :
Kalimat langsung adalah kalimat yang langsung diucapkan
oleh seorang pembicara. Presiden berkata, “Korupsi harus diberantas sampai
tuntas!”. Ujaran “korupsi harus diberantas sampai tuntas!” adalah ucapan
langsung presiden. Kalau kalimat dijadikan kalimat taklangsung strukturnya
menjadi : Presiden berkata, bahwa koerupsi harus diberantas sampai tuntas.
1.
Kalimat tak langsung bermodus deklaratif
Kalimat deklaratif
adalah kalimat yang berisi pernyataan dari seseorang mengenai fakta-fakta
disekitarnya. Kalimat ini tentu diberikan dalam kalimat langsung.
Contoh :
Siska berkata,
bahwa sekarang dia sudah bekerja
Lalu, kalimat itu
dijadikan kalimat tidaklangsung,maka:
Siska berkata,bahwa
sekarang dia sudah bekerja
2.
Kalimat tak langsung bermodus interogatif
Kalimat interogatif
adalah kalimat yang diucapkannya seseorang unutk mengetahui sesuatu yang belum
diketahui kepada orang yang ditanya. Orang yang ditanya diharapkan dapat
memberikan jawaban secara lisan. kalimat
interogatif ini dinyatakan dalam bentuk kalimat langsung.
Contoh :
Turis asing itu
bertanya kepada saya, “tahukah bapak kapan kota Jakarta didirikan?”
Kalimat tak
langsungnya
Turis asing itu
bertanya kepada saya, apakah saya tahu kapan kota Jakarta didirikan.
Kalimat tak
langsung bermodus interogatif tidak diakhiri dengan intonasi tanya, dan dalam
bahasa tertulis tidak diberi tanda tanya (?).
3.
Kalimat tak
langsung bermodus imperatif
Kalimat impratif
adalah kalimat yangberisiperintah atau berisi larangan yang harus dillakukan
atau tidak dilakukan oleh orang yang mendengarnya. Kalimat imperatif ini
diujarkan secara langsung.
Contoh :
Kata ibu kepada
Ali, “Ali tolong ambilkan ibu air minum”
4.
Kalimat
taklangsung bermodus injektif
Kalimat interjektif
adalah yang berisi seruan berkenaan dengan emosi pengujar, misalkan berkenaan
dengan rasa kagum, terkejut, heran, sedih dan marah.
Contoh : sisika tiba-tiba mengeluh, “Aduh, kepalaku sakit
sekali!”.
Ciri-Ciri Kalimat
1. Sebagai
satuan bahasa atau satuan gramatikal;
2. Terdiri
atas satu kata atau lebih (tidak terbatas)/terdiri atas klausa;
3. Secara
relatif dapat berdiri sendiri;
4. Mempunyai
atau mengandung pikiran yang lengkap;
5. Memiliki
pola intonasi akhir;
6. Dalam
konvensi tulis, ditandai oleh awal huruf capital dan diakhiri tanda baca (tanda
titik untuk kalimat deklaratif, tanda tanya untuk kalimat interogatif, dan
tanda seru untuk kalimat interjektif).